PINDAHAN
Ketika kecil sekarang menempati rumah baru DI SINI.
Terima kasih telah berkunjung.
Thursday, December 09, 2004
Monday, October 04, 2004
alisha nadia susilo
+6281191xxxx : Alhamdulillah. Semoga ibunya sehat2 aja. Sayang sekali Om Tomi tidak di London menemani, Karin pun hari ini pulang.
+62815698xxxx : Ya selamat deh. Oh ya istriku perutnya jg dah isi alias hamil anakku. Minta doa restunya.
+62812106xxxx : Ilo da rani, selamat dapat momongan baru, smg si kecil jd anak yg sholehah, sofi.
+62816181xxxx : mbak rani n mas ilo, congrats on your baby born, semoga sehat n jadi anak yang solihah.. @lisma&pamungkas@
+44797901xxxx : Alhamdulillah, ibu dan anak sehat khan? Insya Allag sy akan dtg next wk ya, ga jd hari ini. slm buat rani. Many congrats again.
+6281191xxxx : Sdh siap boarding. Thx atas segalanya... Semoga kita bisa sgr bertemu kembali. salam u adik baby, tante karin gak ktm.
+44779254xxxx : Alhamdulillah, barokallah selamat semoga jadi anak yg solehah dan penyejuk hati orang tuanya. amin.
+44795848xxxx : Dear Ilo, Rani, Kirana. Selamat atas kedatangan Alisha. Kirim foto ya.
+44790009xxxx : Selamat ya atas bertambahnya anggota keluaga yang baru. Mudah2an ibu dan alisha baik-baik saja.
+44780197xxxx : Selamat atas kelahiran putrinya. Semoga kelak menjadi anak yang saleha.
+44776536xxxx : Salam, marhaban ya abi, ummu kirana atas kedatangan tamu yang kedua semoga menjadi cahaya mata yang selalu berdoa utk kedua orang tuanya. amin.
(Terima kasih yang tak terhingga kepada semuanya yang telah membantu kami. Terima kasih juga atas kiriman kartu, email, sms, dan dering telepon. Rani dan alisha baik-baik saja. Kirana, now the big sister, has been very good. Dia senang sekali punya adik kecil. Pertanyaan pertama Kirana adalah : why the baby is so tiny....)
+6281191xxxx : Alhamdulillah. Semoga ibunya sehat2 aja. Sayang sekali Om Tomi tidak di London menemani, Karin pun hari ini pulang.
+62815698xxxx : Ya selamat deh. Oh ya istriku perutnya jg dah isi alias hamil anakku. Minta doa restunya.
+62812106xxxx : Ilo da rani, selamat dapat momongan baru, smg si kecil jd anak yg sholehah, sofi.
+62816181xxxx : mbak rani n mas ilo, congrats on your baby born, semoga sehat n jadi anak yang solihah.. @lisma&pamungkas@
+44797901xxxx : Alhamdulillah, ibu dan anak sehat khan? Insya Allag sy akan dtg next wk ya, ga jd hari ini. slm buat rani. Many congrats again.
+6281191xxxx : Sdh siap boarding. Thx atas segalanya... Semoga kita bisa sgr bertemu kembali. salam u adik baby, tante karin gak ktm.
+44779254xxxx : Alhamdulillah, barokallah selamat semoga jadi anak yg solehah dan penyejuk hati orang tuanya. amin.
+44795848xxxx : Dear Ilo, Rani, Kirana. Selamat atas kedatangan Alisha. Kirim foto ya.
+44790009xxxx : Selamat ya atas bertambahnya anggota keluaga yang baru. Mudah2an ibu dan alisha baik-baik saja.
+44780197xxxx : Selamat atas kelahiran putrinya. Semoga kelak menjadi anak yang saleha.
+44776536xxxx : Salam, marhaban ya abi, ummu kirana atas kedatangan tamu yang kedua semoga menjadi cahaya mata yang selalu berdoa utk kedua orang tuanya. amin.
(Terima kasih yang tak terhingga kepada semuanya yang telah membantu kami. Terima kasih juga atas kiriman kartu, email, sms, dan dering telepon. Rani dan alisha baik-baik saja. Kirana, now the big sister, has been very good. Dia senang sekali punya adik kecil. Pertanyaan pertama Kirana adalah : why the baby is so tiny....)
Tuesday, September 21, 2004
Seperti apa wajahnya?
Suasana hari-hari belakangan ini, persis saya alami sekitar empat tahun lalu. Ketika itu, saya dan Rani sedang menantikan kehadiran Kirana. Dokter mengatakan, Kirana kemungkinan lahir pekan awal Oktober.
Kami siapkan semuanya, mulai dari tas berisi perlengkapan bayi, buku kehamilan, sampai nomor telepon taksi 24 jam. Agak tenang, karena saat itu ibu Rani berada di tengah-tengah kami. Jadi, kalaupun saya tugas malam, hati agak tenanglah.
Kirana lahir seminggu lebih lambat. Prosesnya normal meski memakan waktu agak lama. Saya datang dari keluarga besar, dan setahu saya, ibunda saya biasanya melahirkan di waktu fajar. Saya hanya tahu, ketika bangun pada suatu pagi, saya mempunyai adik baru. Itu berlangsung selama tiga kali.
Proses kelahiran Kirana membuat saya menjadi tahu persis, bagaimana perjuangan seorang ibu ketika melahirkan anaknya. Saya berada di samping Rani ketika ia melahirkan Kirana. Rani tidak sadar, tangannya memegang erat-erat lengan saya. Setelah Kirana lahir, dan semuanya tenang dan selamat, ia melihat lengan saya membiru.
Salah satu pertanyaan yang ada di kepala saya ketika itu adalah : bagaimana kira-kira wajah bayi yang akan lahir. Dan pertanyaan ini kembali muncul di kepala saya pekan-pekan terakhir ini. Seperti apa kira-kira wajah adik Kirana nanti?
Suasana hari-hari belakangan ini, persis saya alami sekitar empat tahun lalu. Ketika itu, saya dan Rani sedang menantikan kehadiran Kirana. Dokter mengatakan, Kirana kemungkinan lahir pekan awal Oktober.
Kami siapkan semuanya, mulai dari tas berisi perlengkapan bayi, buku kehamilan, sampai nomor telepon taksi 24 jam. Agak tenang, karena saat itu ibu Rani berada di tengah-tengah kami. Jadi, kalaupun saya tugas malam, hati agak tenanglah.
Kirana lahir seminggu lebih lambat. Prosesnya normal meski memakan waktu agak lama. Saya datang dari keluarga besar, dan setahu saya, ibunda saya biasanya melahirkan di waktu fajar. Saya hanya tahu, ketika bangun pada suatu pagi, saya mempunyai adik baru. Itu berlangsung selama tiga kali.
Proses kelahiran Kirana membuat saya menjadi tahu persis, bagaimana perjuangan seorang ibu ketika melahirkan anaknya. Saya berada di samping Rani ketika ia melahirkan Kirana. Rani tidak sadar, tangannya memegang erat-erat lengan saya. Setelah Kirana lahir, dan semuanya tenang dan selamat, ia melihat lengan saya membiru.
Salah satu pertanyaan yang ada di kepala saya ketika itu adalah : bagaimana kira-kira wajah bayi yang akan lahir. Dan pertanyaan ini kembali muncul di kepala saya pekan-pekan terakhir ini. Seperti apa kira-kira wajah adik Kirana nanti?
Friday, July 23, 2004
Why?
Sudah beberapa waktu ini Kirana suka sekali bertanya. Suatu siang, saat hari mendung dan hujan, Kirana bertanya, "Who pours the rain from the sky, Ayah?" Lain kali ke mummy-nya (yang tengah mengandung) ia bertanya, "Why do you eat the baby, Mummy?"
Karena sering bertanya, anak teman kami meledek Kirana. Juang, demikian namanya, langsung menyahut ketika Kirana selesai bertanya. "Kirana, why do you say why?" Dan Kiranapun tersenyum... (Mungkin dia memikirkan jawaban yang pas untuk pertanyaan Juang)
Sudah beberapa waktu ini Kirana suka sekali bertanya. Suatu siang, saat hari mendung dan hujan, Kirana bertanya, "Who pours the rain from the sky, Ayah?" Lain kali ke mummy-nya (yang tengah mengandung) ia bertanya, "Why do you eat the baby, Mummy?"
Karena sering bertanya, anak teman kami meledek Kirana. Juang, demikian namanya, langsung menyahut ketika Kirana selesai bertanya. "Kirana, why do you say why?" Dan Kiranapun tersenyum... (Mungkin dia memikirkan jawaban yang pas untuk pertanyaan Juang)
Friday, June 18, 2004
Kabar dari Portugal
Sejak Sabtu lalu saya ada di Portugal. Kebetulan kantor menugasi saya meliput Piala Eropa 2004. Makanya, halaman blog terpaksa belum bisa diupdate secara lengkap. Tapi bila ingin melihat suasana Lisabon dan juga Coimbra, silakan klik di sini karena cerita lengkap saya ada di sana. Untuk teman baik saya, Tomi, mau jadi nyusul nggak? Tawaran akomodasi masih berlaku sampai Sabtu malam. Untuk mummynya Kirana, coba mummy di sini makin ramai pasti. Inggris akhirnya menang juga kan...
Sejak Sabtu lalu saya ada di Portugal. Kebetulan kantor menugasi saya meliput Piala Eropa 2004. Makanya, halaman blog terpaksa belum bisa diupdate secara lengkap. Tapi bila ingin melihat suasana Lisabon dan juga Coimbra, silakan klik di sini karena cerita lengkap saya ada di sana. Untuk teman baik saya, Tomi, mau jadi nyusul nggak? Tawaran akomodasi masih berlaku sampai Sabtu malam. Untuk mummynya Kirana, coba mummy di sini makin ramai pasti. Inggris akhirnya menang juga kan...
Monday, June 07, 2004
Think the Unpredictability
"Sewaktu kecil saya memimpinkan menjadi juara Perancis Terbuka. Dan hari ini impian saya menjadi nyata. Saya sungguh tak percaya."
Gaston Gaudio, pemuda asal Buenos Aires, Argentina, petenis peringkat 44 dunia, masuk turnamen Perancis Terbuka 2004 tak diunggulkan, ketinggalan dua set dari Guillermo Coria di babak final, namun akhirnya bisa membalikkan keadaan (antara lain karena Coria kram), dan akhirnya menjadi juara di Paris.
"Saat berumur 12 tahun saya menonton Perancis Terbuka bersama ibu saya. Saya berpikir rasanya pasti menyenangkan bisa menjadi juara. Pagi ini ketika saya bangun, saya mengatakan pertandingan final ini saya persembahkan untuk ibu."
Justine Henan-Hardenne, juara tunggal putri Perancis Terbuka 2003. Di final mengalahkan rekan senegaranya dari Belgia, Kim Clijsters 6-0 dan 6-4.
"Jika seseorang mengatakan kepada saya saat berlangsung Piala Dunia 1998 bahwa saya akan turun ke lapangan dan berhadapan dengan Zidane di Piala Eropa 2004, saya mengatakan, saya tak akan mempercayai omongan ini."
Steven Gerrard, salah pemain muda tim nasional Inggris. Di anggap sebagai salah satu pemain tengah terbaik di Eropa saat ini. Bermain untuk klub Liverpool dan menjadi pilihan utama pelatih Sven Goran-Eriksson. Zidane adalah idola Gerard ketika ia kecil.
"Sewaktu kecil saya memimpinkan menjadi juara Perancis Terbuka. Dan hari ini impian saya menjadi nyata. Saya sungguh tak percaya."
Gaston Gaudio, pemuda asal Buenos Aires, Argentina, petenis peringkat 44 dunia, masuk turnamen Perancis Terbuka 2004 tak diunggulkan, ketinggalan dua set dari Guillermo Coria di babak final, namun akhirnya bisa membalikkan keadaan (antara lain karena Coria kram), dan akhirnya menjadi juara di Paris.
"Saat berumur 12 tahun saya menonton Perancis Terbuka bersama ibu saya. Saya berpikir rasanya pasti menyenangkan bisa menjadi juara. Pagi ini ketika saya bangun, saya mengatakan pertandingan final ini saya persembahkan untuk ibu."
Justine Henan-Hardenne, juara tunggal putri Perancis Terbuka 2003. Di final mengalahkan rekan senegaranya dari Belgia, Kim Clijsters 6-0 dan 6-4.
"Jika seseorang mengatakan kepada saya saat berlangsung Piala Dunia 1998 bahwa saya akan turun ke lapangan dan berhadapan dengan Zidane di Piala Eropa 2004, saya mengatakan, saya tak akan mempercayai omongan ini."
Steven Gerrard, salah pemain muda tim nasional Inggris. Di anggap sebagai salah satu pemain tengah terbaik di Eropa saat ini. Bermain untuk klub Liverpool dan menjadi pilihan utama pelatih Sven Goran-Eriksson. Zidane adalah idola Gerard ketika ia kecil.
Friday, May 28, 2004
Jalan-jalan 1
Sebenarnya saya tak ada rencana khusus untuk melewatkan cuti seminggu kali ini. Awal pekan, agenda terisi dengan mengurus visa dan menemani teman dari Indonesia yang datang berkunjung. Hari Selasa juga masih disibukkan dengan urusan tetek bengek visa.
Selasa sore, telepon di ruang tamu berdering dan sang penelpon memberitahu soal hotel. Ia meminta saya datang ke kantor dan mengirim fax detail pembayaran. "Bagaimana kalau saya datang Kamis sore saja?" tawar saya dan ia langsung mengiyakan.
Kamis, setelah menjemput Kirana, saya ke central London. Rencananya, saya hanya sebentar saja di kantor dan setelah itu jalan-jalan. Tomi, teman baik kami, juga berencana ke central. Bertemulah kami di Trafalgar Square, sebuah area di jantung kota, dengan monumen yang tegak menantang angkasa. Ia dikelilingi empat ekor singa raksasa dan dua kolam air.
Di atas tugu, berdiri seorang admiral yang tatapannya tepat mengarah ke Big Ben.
Di sini, Kirana main sepuasnya. Bergaya di bibir kolam, mengejar burung-burung merpati liar, dan main petak umpet dengan Tomi.
Di sini kami makan siang, berbekal sandwich buatan Rani. Puas di Trafalgar Square, kami naik bus merah menuju Kengsington Garden. Kami tiba di sini sekitar pukul 16.00 sore, tetapi matahari memancar seperti pukul 14.00 siang.
Di park ini, Kirana bermain kejar-kejaran, makan crisp, dan meneruskan petak umpet. Tak terasa, waktu beranjak petang dan kami harus pulang. Sesampai di rumah, Kirana minta makan, mandi, dan tak lama kemudian ia pengin tidur.
Ia tidur pulas sekali.
Sebenarnya saya tak ada rencana khusus untuk melewatkan cuti seminggu kali ini. Awal pekan, agenda terisi dengan mengurus visa dan menemani teman dari Indonesia yang datang berkunjung. Hari Selasa juga masih disibukkan dengan urusan tetek bengek visa.
Selasa sore, telepon di ruang tamu berdering dan sang penelpon memberitahu soal hotel. Ia meminta saya datang ke kantor dan mengirim fax detail pembayaran. "Bagaimana kalau saya datang Kamis sore saja?" tawar saya dan ia langsung mengiyakan.
Kamis, setelah menjemput Kirana, saya ke central London. Rencananya, saya hanya sebentar saja di kantor dan setelah itu jalan-jalan. Tomi, teman baik kami, juga berencana ke central. Bertemulah kami di Trafalgar Square, sebuah area di jantung kota, dengan monumen yang tegak menantang angkasa. Ia dikelilingi empat ekor singa raksasa dan dua kolam air.
Di atas tugu, berdiri seorang admiral yang tatapannya tepat mengarah ke Big Ben.
Di sini, Kirana main sepuasnya. Bergaya di bibir kolam, mengejar burung-burung merpati liar, dan main petak umpet dengan Tomi.
Di sini kami makan siang, berbekal sandwich buatan Rani. Puas di Trafalgar Square, kami naik bus merah menuju Kengsington Garden. Kami tiba di sini sekitar pukul 16.00 sore, tetapi matahari memancar seperti pukul 14.00 siang.
Di park ini, Kirana bermain kejar-kejaran, makan crisp, dan meneruskan petak umpet. Tak terasa, waktu beranjak petang dan kami harus pulang. Sesampai di rumah, Kirana minta makan, mandi, dan tak lama kemudian ia pengin tidur.
Ia tidur pulas sekali.
Wednesday, May 26, 2004
Kirana dan "kamar barunya"
Sebenarnya tidak baru, memang kamar Kirana sejak kami pindah ke rumah ini. Tetapi, kemarin Ayah dan Mummy lagi rajin beres-beres.
Setelah sukses membuang tiga kardus besar barang-barang yang tidak berguna (sebagian besar punya Ayah) kami beralih beberes di kamar Kirana. Tempat tidur dipindah letaknya, rak buku yang berhasil di kosongkan dari sampah Ayah dipindah ke kamar Kirana. Untuk rumah boneka Kirana yang besar-besar (kado dari tante Dian, teman kantor Ayah) yang tidak bisa masuk ke toy box Kirana.
Oh ya, kelambu ala princess yang beberapa waktu lalu di copot, gara-gara sering ditarik-tarik Kirana kecil hingga jatuh, kini terpasang lagi dengan cantiknya. Kirana yang sudah lupa punya kelambu begitu senang menyambutnya. "Wowww, my bed is so beautifull!, thank you Ayah, thank you Mummy".
Tetapi malam harinya kelambu itu kembali jatuh, karena pakunya belum kuat. Kirana sudah terlelap dan saya memutuskan untuk memasangnya kembali besok. Dini hari Kirana terbangun dan menangis menjerit-jerit. Mummy mendatangi kamarnya, ternyata Kirana marah karena kelambunya copot. Setelah dibujuk-bujuk, Kirana kembali tidur.
"Kenapa tadi tidak dibenerin sekalian. Aku bilang juga apa pasti Kirana marah", kata Mummy menggerutu. "Siapa juga yang beride memasang lagi kelambu itu in the first place. Toh Kirana juga sudah lupa punya kelambu," kata saya dalam hati, sambil pura-pura tidur.
Sebenarnya tidak baru, memang kamar Kirana sejak kami pindah ke rumah ini. Tetapi, kemarin Ayah dan Mummy lagi rajin beres-beres.
Setelah sukses membuang tiga kardus besar barang-barang yang tidak berguna (sebagian besar punya Ayah) kami beralih beberes di kamar Kirana. Tempat tidur dipindah letaknya, rak buku yang berhasil di kosongkan dari sampah Ayah dipindah ke kamar Kirana. Untuk rumah boneka Kirana yang besar-besar (kado dari tante Dian, teman kantor Ayah) yang tidak bisa masuk ke toy box Kirana.
Oh ya, kelambu ala princess yang beberapa waktu lalu di copot, gara-gara sering ditarik-tarik Kirana kecil hingga jatuh, kini terpasang lagi dengan cantiknya. Kirana yang sudah lupa punya kelambu begitu senang menyambutnya. "Wowww, my bed is so beautifull!, thank you Ayah, thank you Mummy".
Tetapi malam harinya kelambu itu kembali jatuh, karena pakunya belum kuat. Kirana sudah terlelap dan saya memutuskan untuk memasangnya kembali besok. Dini hari Kirana terbangun dan menangis menjerit-jerit. Mummy mendatangi kamarnya, ternyata Kirana marah karena kelambunya copot. Setelah dibujuk-bujuk, Kirana kembali tidur.
"Kenapa tadi tidak dibenerin sekalian. Aku bilang juga apa pasti Kirana marah", kata Mummy menggerutu. "Siapa juga yang beride memasang lagi kelambu itu in the first place. Toh Kirana juga sudah lupa punya kelambu," kata saya dalam hati, sambil pura-pura tidur.
Tuesday, May 25, 2004
Bandara
Bermula dari sebuah pesan pendek yang masuk ke hp saya sepekan silam. "Ilo yg baik. Saya tiba di London besok, 23 Mei. Naik British Airways 549 dari Roma pkl 13.35. Saya nggak tahu brp lama penerbangan Roma-London. Nah, kl Ilo bisa ke bandara, saya sangat senang. Tx. Sender : +6281132xxxx."
Karena belum jelas kapan dan di terminal mana kawan saya akan mendarat, saya membuka heathrow online. Ternyata di situs ini lengkap sekali. Berdasarkan informasi di halaman depan situs tersebut, kawan saya ini tiba pukul 15.15 di terminal 1, terminal kedatangan penerbangan dari Eropa.
Ketika saya berada di terminal, jam di pergelangan tangan kanan menunjuk ke pukul 14.58. Minggu siang itu terminal 1 cukup ramai. Di depan toko buku WHS, tampak beberapa sopir taksi menenteng beberapa nama yang akan mereka jemput.
Di samping kiri kios pemesanan hotel tampak seorang ibu bersama anak perempuannya yang saya taksir berusia 4 tahun. Tak jauh dari ibu ini berdiri, ada seorang pemuda yang menenteng tak ransel warna hitam. Sebentar-sebentar ia melihat jam. Ia seperti tak sabar.
Ada juga dua gadis yang berbicara lirih di belakang saya. Sesekali terdengar tawa bersama. Saya sendiri bersandar di dekat telepon umum.
Dari pintu besar yang terletak sekitar 10 meter di depan saya, satu per satu penumpang mulai muncul. Wajah mereka menengok kiri-kanan. Mungkin mereka mencari seseorang. Dan begitu terlihat orang yang mereka cari, wajah mereka langsung berubah, mata berbinar, dan senyum mengembang.
Seorang bapak muda yang agaknya lama berpisah dengan keluarga, langsung merangkul anak kecil berusia 4 tahunan. Tak lama kemudian ia menghadiahkan ciuman sayang di pipi bocah berambut coklat itu. Saya melihat dari jauh. Tapi saya bisa merasakan rasa rindunya seakan tertumpah.
Mata saya berpindah dan dari pintu besar muncul seseorang. Ia melambaikan tangan. Teman saya sudah datang.
Bermula dari sebuah pesan pendek yang masuk ke hp saya sepekan silam. "Ilo yg baik. Saya tiba di London besok, 23 Mei. Naik British Airways 549 dari Roma pkl 13.35. Saya nggak tahu brp lama penerbangan Roma-London. Nah, kl Ilo bisa ke bandara, saya sangat senang. Tx. Sender : +6281132xxxx."
Karena belum jelas kapan dan di terminal mana kawan saya akan mendarat, saya membuka heathrow online. Ternyata di situs ini lengkap sekali. Berdasarkan informasi di halaman depan situs tersebut, kawan saya ini tiba pukul 15.15 di terminal 1, terminal kedatangan penerbangan dari Eropa.
Ketika saya berada di terminal, jam di pergelangan tangan kanan menunjuk ke pukul 14.58. Minggu siang itu terminal 1 cukup ramai. Di depan toko buku WHS, tampak beberapa sopir taksi menenteng beberapa nama yang akan mereka jemput.
Di samping kiri kios pemesanan hotel tampak seorang ibu bersama anak perempuannya yang saya taksir berusia 4 tahun. Tak jauh dari ibu ini berdiri, ada seorang pemuda yang menenteng tak ransel warna hitam. Sebentar-sebentar ia melihat jam. Ia seperti tak sabar.
Ada juga dua gadis yang berbicara lirih di belakang saya. Sesekali terdengar tawa bersama. Saya sendiri bersandar di dekat telepon umum.
Dari pintu besar yang terletak sekitar 10 meter di depan saya, satu per satu penumpang mulai muncul. Wajah mereka menengok kiri-kanan. Mungkin mereka mencari seseorang. Dan begitu terlihat orang yang mereka cari, wajah mereka langsung berubah, mata berbinar, dan senyum mengembang.
Seorang bapak muda yang agaknya lama berpisah dengan keluarga, langsung merangkul anak kecil berusia 4 tahunan. Tak lama kemudian ia menghadiahkan ciuman sayang di pipi bocah berambut coklat itu. Saya melihat dari jauh. Tapi saya bisa merasakan rasa rindunya seakan tertumpah.
Mata saya berpindah dan dari pintu besar muncul seseorang. Ia melambaikan tangan. Teman saya sudah datang.
Friday, May 21, 2004
(Tidak menemukan judul yang pas. Ada ide?)
Saya ternyata tidak sendirian. Saya coba membuka blog teman baik saya. E ternyata blognya tertanggal 4 April. Sementara saya terakhir kali mem-posting tulisan tanggal 26 April.
Memang ada kalanya saya malas menulis. Padahal banyak bahan yang semestinya bisa ditulis. Tentang Kirana misalnya. Beberapa hari lalu, teman baik saya berkunjung dan ia langsung mengatakan, "Wah Kirana tambah besar ya..."
Mungkin karena ia tidak bersama Kirana setiap hari, ia bisa merasakan perbedaan Kirana dua bulan lalu dan Kirana sekarang. Saya dan mummy-nya baru sadar Kirana tumbuh dan membesar ketika ia memakai pakaian yang lama tidak ia pakai. Celana panjangpun bisa menjadi celana pendek.
Atau tentang musim panas yang agaknya masih malu-malu datang. Dua pekan lalu suhu lumayan hangat namun beberapa hari kemudian dingin lagi. Beberapa hari lalu suhu sempat nangkring di kisaran 20 derajat. Tapi dua hari ini hujan terus.
Atau tentang kampung halaman saya di Welahan sana. Saya tak tahu persis mengapa wajah kampung saya, yang bernama Welahan di kabupaten Jepara, dalam dua hari ini tampak di depan mata.
Rumah orang tua saya di kampung itu terletak di tepi sungai. Di halaman rumah terdapat beberapa pohon belimbing dan jambu air. Di halaman rumah itu, dulu ketika kecil saya bermain bola dan bulutangkis.
Di belakang rumah terdapat beberapa rumpun bambu. Di bulan-bulan seperti ini, bambu meranggas dan menggugurkan daun-daun. Ibu saya biasanya mengumpulkan daun-daun ini untuk pengganti kayu bakar. Waktu berlalu dan daun bambu kering terganti kompor minyak.
Duduk di bawah bambu juga sangat nyaman. Di musim kemarau, semilir angin di antara batang-batang bambu adalah pendingin alami.
Saya juga ingin menul... "Nah gitu dong. Blognya diisi," kata istri saya. "Masak dari dulu isinya Leicester melulu..."
Saya ternyata tidak sendirian. Saya coba membuka blog teman baik saya. E ternyata blognya tertanggal 4 April. Sementara saya terakhir kali mem-posting tulisan tanggal 26 April.
Memang ada kalanya saya malas menulis. Padahal banyak bahan yang semestinya bisa ditulis. Tentang Kirana misalnya. Beberapa hari lalu, teman baik saya berkunjung dan ia langsung mengatakan, "Wah Kirana tambah besar ya..."
Mungkin karena ia tidak bersama Kirana setiap hari, ia bisa merasakan perbedaan Kirana dua bulan lalu dan Kirana sekarang. Saya dan mummy-nya baru sadar Kirana tumbuh dan membesar ketika ia memakai pakaian yang lama tidak ia pakai. Celana panjangpun bisa menjadi celana pendek.
Atau tentang musim panas yang agaknya masih malu-malu datang. Dua pekan lalu suhu lumayan hangat namun beberapa hari kemudian dingin lagi. Beberapa hari lalu suhu sempat nangkring di kisaran 20 derajat. Tapi dua hari ini hujan terus.
Atau tentang kampung halaman saya di Welahan sana. Saya tak tahu persis mengapa wajah kampung saya, yang bernama Welahan di kabupaten Jepara, dalam dua hari ini tampak di depan mata.
Rumah orang tua saya di kampung itu terletak di tepi sungai. Di halaman rumah terdapat beberapa pohon belimbing dan jambu air. Di halaman rumah itu, dulu ketika kecil saya bermain bola dan bulutangkis.
Di belakang rumah terdapat beberapa rumpun bambu. Di bulan-bulan seperti ini, bambu meranggas dan menggugurkan daun-daun. Ibu saya biasanya mengumpulkan daun-daun ini untuk pengganti kayu bakar. Waktu berlalu dan daun bambu kering terganti kompor minyak.
Duduk di bawah bambu juga sangat nyaman. Di musim kemarau, semilir angin di antara batang-batang bambu adalah pendingin alami.
Saya juga ingin menul... "Nah gitu dong. Blognya diisi," kata istri saya. "Masak dari dulu isinya Leicester melulu..."
Monday, April 26, 2004
Menikmati Spring di Leicester Square
Sekitar satu bulan kami tak menyapa. Kesibukan ini dan itu membuat halaman rumah ini "menganggur" selama sekitar 30 hari. Lama juga ya. Kami mohon maaf juga karena beberapa pesan yang masukpun tak terbalas.
Anyway, Sabtu lalu, saya, Rani, dan Kirana jalan-jalan. Tadinya kami hanya ingin berbelanja kebutuhan dapur seperti mie rebus, gula jawa, kecap, saos, dan kemiri di Pecinan di dekat Leicester Square. Usai berbelanja, ternyata masih banyak waktu.
Akhirnya kami ke taman di Leicester Square. Sambil makan roti, kami menikmati hangatnya sinar matahari. Puas melihat lalu lalang wisatawan dan burung dara yang mengejar remah-remah roti, kami ke tepi Sungai Thames, tepatnya di dekat stasiun kereta api bawah tanah, Embankment.
Suasana Embankment yang ramai membuat kami berjalan menyusuri jembatan, dan sampailah kami ke taman di dekat London Eye. Di sini, kami melepas penat sambil makan crisp dan es krim. Kirana tentu senang sekali jalan-jalan. Apalagi di sini banyak orang yang main drum ala Karibia, mengamen, sampai orang yang hanya berdiri tak bergerak selama beberapa jam. Sekilas ia tampak seperti patung. Ada juga badut yang lucu.
Begitu senangnya, akhir pekan ini ia mengajak lagi untuk keluar jalan-jalan.
Sekitar satu bulan kami tak menyapa. Kesibukan ini dan itu membuat halaman rumah ini "menganggur" selama sekitar 30 hari. Lama juga ya. Kami mohon maaf juga karena beberapa pesan yang masukpun tak terbalas.
Anyway, Sabtu lalu, saya, Rani, dan Kirana jalan-jalan. Tadinya kami hanya ingin berbelanja kebutuhan dapur seperti mie rebus, gula jawa, kecap, saos, dan kemiri di Pecinan di dekat Leicester Square. Usai berbelanja, ternyata masih banyak waktu.
Akhirnya kami ke taman di Leicester Square. Sambil makan roti, kami menikmati hangatnya sinar matahari. Puas melihat lalu lalang wisatawan dan burung dara yang mengejar remah-remah roti, kami ke tepi Sungai Thames, tepatnya di dekat stasiun kereta api bawah tanah, Embankment.
Suasana Embankment yang ramai membuat kami berjalan menyusuri jembatan, dan sampailah kami ke taman di dekat London Eye. Di sini, kami melepas penat sambil makan crisp dan es krim. Kirana tentu senang sekali jalan-jalan. Apalagi di sini banyak orang yang main drum ala Karibia, mengamen, sampai orang yang hanya berdiri tak bergerak selama beberapa jam. Sekilas ia tampak seperti patung. Ada juga badut yang lucu.
Begitu senangnya, akhir pekan ini ia mengajak lagi untuk keluar jalan-jalan.
Saturday, March 27, 2004
Drs alias di rumah saja
Tiga hari terakhir ini di rumah saja. Males mau keluar. Udara masih dingin, padahal nanti malam waktu akan berganti dari Greenwich Mean Time (GMT) ke British Summer Time (BST), tanda musim semi telah tiba dan dalam beberapa bulan akan berganti ke musim panas.
Kamis dan Jumat agak sibuk. Ada Mas Dwi yang membetulkan shower. Sekarang udah beres.
Kirana bangun seperti biasa, sekitar pukul 07.00 pagi. Ia sudah terbiasa bangun di jam-jam seperti itu karena biasanya ia masuk ke nursery. Sekarang Sabtu, jadi dia main-main saja di ruang tamu.
"Ayah, please come here," kata Kirana dari ruang tamu. "Ok, sayang. I'm coming..."
Tiga hari terakhir ini di rumah saja. Males mau keluar. Udara masih dingin, padahal nanti malam waktu akan berganti dari Greenwich Mean Time (GMT) ke British Summer Time (BST), tanda musim semi telah tiba dan dalam beberapa bulan akan berganti ke musim panas.
Kamis dan Jumat agak sibuk. Ada Mas Dwi yang membetulkan shower. Sekarang udah beres.
Kirana bangun seperti biasa, sekitar pukul 07.00 pagi. Ia sudah terbiasa bangun di jam-jam seperti itu karena biasanya ia masuk ke nursery. Sekarang Sabtu, jadi dia main-main saja di ruang tamu.
"Ayah, please come here," kata Kirana dari ruang tamu. "Ok, sayang. I'm coming..."
Wednesday, March 24, 2004
Saya tadinya kuatir, Rani akan seperti 4 tahun lalu ketika mengandung Kirana. Ketika itu, tiga bulan pertama adalah masa-masa yang sangat tidak mengenakkan buat Rani. Apalagi ketika itu, ia sendirian di Jakarta, sementara saya harus berangkat ke London terlebih dulu.
Morning sickness yang berkepanjangan membuat Rani, cuti untuk sementara dan "tetirah" di Purwokerto. Alhamdulillah, di Purwokerto, ia membaik. Awal Mei 2000, saya kembali ke Indonesia, dan Mei itu pula kami pindah ke London.
Kali ini kekuatiran saya agak berlebihan. Kondisi Rani jauh lebih baik dibanding 2000 lalu. Saya tentu senang. Makanya saya tak begitu cemas ketika saya tinggal dia selama seminggu.
Beberapa hari lalu, ia juga sudah aktif kembali menulis untuk koran, mengisi halaman blog, dan ikut pengajian ibu-ibu. Ia juga sudah mulai menerima kembali order untuk kembangan.com.
Tapi dua hari lalu, pagi-pagi ia mengeluh pusing dan mual-mual lagi. "Aduh, kok pusing lagi ya? Padahal sudah enakan beberapa waktu terakhir ini," katanya. Kalau sudah begini, saya memilih tak berkomentar. Saya tahu morning sickness-nya pasti datang lagi.
Untuk mengurangi pusing dan mual, yang kadang datang mulai pagi hingga malam, ia minta kerokan. Teman baik kami, Arifin, barusan pulang dari Yogyakarta, dan ia membawa oleh-oleh minyak kayu putih dua botol.
Lumayan, sekedar untuk menghangatkan badan di musim semi (yang ternyata masih dingin ini) dan untuk melupakan pusing dan mual ...
***
Cerita terbaru Kirana ada di sini. Ceritanya Kirana dapat kaos Chelsea murah. Biasa lagi sale. Sayangnya, kaos Arsenal-nya di toko itu habis. Selengkapnya.
Morning sickness yang berkepanjangan membuat Rani, cuti untuk sementara dan "tetirah" di Purwokerto. Alhamdulillah, di Purwokerto, ia membaik. Awal Mei 2000, saya kembali ke Indonesia, dan Mei itu pula kami pindah ke London.
Kali ini kekuatiran saya agak berlebihan. Kondisi Rani jauh lebih baik dibanding 2000 lalu. Saya tentu senang. Makanya saya tak begitu cemas ketika saya tinggal dia selama seminggu.
Beberapa hari lalu, ia juga sudah aktif kembali menulis untuk koran, mengisi halaman blog, dan ikut pengajian ibu-ibu. Ia juga sudah mulai menerima kembali order untuk kembangan.com.
Tapi dua hari lalu, pagi-pagi ia mengeluh pusing dan mual-mual lagi. "Aduh, kok pusing lagi ya? Padahal sudah enakan beberapa waktu terakhir ini," katanya. Kalau sudah begini, saya memilih tak berkomentar. Saya tahu morning sickness-nya pasti datang lagi.
Untuk mengurangi pusing dan mual, yang kadang datang mulai pagi hingga malam, ia minta kerokan. Teman baik kami, Arifin, barusan pulang dari Yogyakarta, dan ia membawa oleh-oleh minyak kayu putih dua botol.
Lumayan, sekedar untuk menghangatkan badan di musim semi (yang ternyata masih dingin ini) dan untuk melupakan pusing dan mual ...
***
Cerita terbaru Kirana ada di sini. Ceritanya Kirana dapat kaos Chelsea murah. Biasa lagi sale. Sayangnya, kaos Arsenal-nya di toko itu habis. Selengkapnya.
Sunday, March 21, 2004
Edisi Maret pekan 4
Krisis bulutangkis Indonesia. Untuk kesekian kalinya pebulutangkis-pebulutangkis Indonesia gagal merebut gelar juara di sebuah turnamen akbar. Ada apa dengan bulutangkis Indonesia? Selengkapnya.
Mainan baru Kirana. Kirana suka membantu mummy-nya memasak. Terutama ketika membuat roti atau panganan lain. Akhir-akhir ini ia juga ingin bikin roti panggang sendiri. Selengkapnya.
Edisi selanjutnya : Wawancara eksklusif dengan Eng Hian, salah satu pemain ganda putra terkuat Indonesia. Juga akan ada catatan-catatan perjalanan.
Krisis bulutangkis Indonesia. Untuk kesekian kalinya pebulutangkis-pebulutangkis Indonesia gagal merebut gelar juara di sebuah turnamen akbar. Ada apa dengan bulutangkis Indonesia? Selengkapnya.
Mainan baru Kirana. Kirana suka membantu mummy-nya memasak. Terutama ketika membuat roti atau panganan lain. Akhir-akhir ini ia juga ingin bikin roti panggang sendiri. Selengkapnya.
Edisi selanjutnya : Wawancara eksklusif dengan Eng Hian, salah satu pemain ganda putra terkuat Indonesia. Juga akan ada catatan-catatan perjalanan.
Thursday, March 11, 2004
Sport jantung
Selasa lalu, jantung saya dipaksa berdegup lebih keras, ketika pertandingan Manchester United melawan FC Porto segera usai dalam hitungan detik. Papan skor menunjukkan United, tim andalan saya menang 1-0, dan itu sudah cukup untuk melaju ke perempat final Liga Champion tahun ini.
Dari kamar sebuah hotel di Birmingham, saya menyaksikan di layar televisi beberapa penonton di Old Trafford menutup mata dengan telapak tangan. Porto mendapat tendangan bebas hanya beberapa meter di luar kotak penalti. Bola melengkung ke arah kiri gawang United yang dijaga Howard. Ia menepis, bola jatuh di kaki pemain Porto, dan sejurus kemudian …. Gol!
Saya hampir tak percaya. United gagal ke perempat final untuk kali pertama dalam beberapa tahun terakhir. Sekitar 2 menit setelah pertandingan, Rani, istri saya menilpon. "Sudah, ganti aja. Jangan dukung Man United," kata Rani.
Ia tahu benar, saya "patah hati". "Tapi jangan dukung Arsenal," katanya menambahkan. Rani adalah pendukung berat Arsenal. Berbeda dengan United, Arsenal kini di atas angin baik untuk liga domestik maupun liga Eropa.
Esoknya, ketika sarapan, koran-koran Inggris seperti The Times dan The Guardian membahas panjang lebar soal kegagalan United. Sambil sarapan kentang goreng, telur ceplok, bean sauce, oseng jamur, dan kopi pahit, saya membaca satu persatu artikel di koran.
Ketika sampai di national indoor arena, saya bertemu dengan wartawan Malaysia dan beberapa pebulutangkis Indonesia. Topik pembicaraan ternyata sama : kekalahan United.
***
Rabu dan Kamis ini saya kembali dipaksa untuk bertegang-ria. Saya seharusnya melepaskan emosi ketika meliput pertandingan yang diikuti pemain-pemian Indonesia di All England ini.
Tapi apa daya, -- apalagi ketika pertandingan memasuki masa-masa kritis dan menentukan, -- adrenalin langsung naik.
Sambil mencatat skor, kaki dan tangan rasanya ingin ikut bergerak ketika shuttlekock meluncur ke pemain Indonesia…
Selasa lalu, jantung saya dipaksa berdegup lebih keras, ketika pertandingan Manchester United melawan FC Porto segera usai dalam hitungan detik. Papan skor menunjukkan United, tim andalan saya menang 1-0, dan itu sudah cukup untuk melaju ke perempat final Liga Champion tahun ini.
Dari kamar sebuah hotel di Birmingham, saya menyaksikan di layar televisi beberapa penonton di Old Trafford menutup mata dengan telapak tangan. Porto mendapat tendangan bebas hanya beberapa meter di luar kotak penalti. Bola melengkung ke arah kiri gawang United yang dijaga Howard. Ia menepis, bola jatuh di kaki pemain Porto, dan sejurus kemudian …. Gol!
Saya hampir tak percaya. United gagal ke perempat final untuk kali pertama dalam beberapa tahun terakhir. Sekitar 2 menit setelah pertandingan, Rani, istri saya menilpon. "Sudah, ganti aja. Jangan dukung Man United," kata Rani.
Ia tahu benar, saya "patah hati". "Tapi jangan dukung Arsenal," katanya menambahkan. Rani adalah pendukung berat Arsenal. Berbeda dengan United, Arsenal kini di atas angin baik untuk liga domestik maupun liga Eropa.
Esoknya, ketika sarapan, koran-koran Inggris seperti The Times dan The Guardian membahas panjang lebar soal kegagalan United. Sambil sarapan kentang goreng, telur ceplok, bean sauce, oseng jamur, dan kopi pahit, saya membaca satu persatu artikel di koran.
Ketika sampai di national indoor arena, saya bertemu dengan wartawan Malaysia dan beberapa pebulutangkis Indonesia. Topik pembicaraan ternyata sama : kekalahan United.
***
Rabu dan Kamis ini saya kembali dipaksa untuk bertegang-ria. Saya seharusnya melepaskan emosi ketika meliput pertandingan yang diikuti pemain-pemian Indonesia di All England ini.
Tapi apa daya, -- apalagi ketika pertandingan memasuki masa-masa kritis dan menentukan, -- adrenalin langsung naik.
Sambil mencatat skor, kaki dan tangan rasanya ingin ikut bergerak ketika shuttlekock meluncur ke pemain Indonesia…
Tuesday, March 09, 2004
Ayo sama siapa?
Mulai Selasa (9/3) saya berada di Birmingham, kota di Inggris yang kini mulai menggeliat di tengah persaingan dengan Manchester, dan Liverpool. Ada tugas seminggu yang akan harus saya lakukan di sini.
Itu artinya, saya "hidup" di antara kamar hotel, bus jemputan, dan national indoor arena. Berarti pula, selama sepekan tidak ada Kirana dan Rani --mummy-nya Kirana.
Tadi sore, Rani bilang, "Ayah besok pergi. Ayo Kirana sama siapa?" Kirana tak menjawab. Mungkin ia sudah tahu jawabannya, karena secara berkala ayahnya tak ada di sampingnya. See you next week, nak...
Mulai Selasa (9/3) saya berada di Birmingham, kota di Inggris yang kini mulai menggeliat di tengah persaingan dengan Manchester, dan Liverpool. Ada tugas seminggu yang akan harus saya lakukan di sini.
Itu artinya, saya "hidup" di antara kamar hotel, bus jemputan, dan national indoor arena. Berarti pula, selama sepekan tidak ada Kirana dan Rani --mummy-nya Kirana.
Tadi sore, Rani bilang, "Ayah besok pergi. Ayo Kirana sama siapa?" Kirana tak menjawab. Mungkin ia sudah tahu jawabannya, karena secara berkala ayahnya tak ada di sampingnya. See you next week, nak...
Wednesday, March 03, 2004
Out of stock
Sudah sekitar dua bulan ini persediaan minyak kayu putih kami habis. Ketika Kirana lahir, kami punya berbotol-botol, di bawa nenek Kirana dari Indonesia.
Ternyata frekuensi pemakaian minyak kayu putih kami cukup tinggi. Di London yang dingin ini (apalagi kalau musim dingin) minyak kayu putih adalah "kawan" yang ampuh untuk menghangat badan ketika masuk angin, atau gangguan perut, dan satu lagi untuk kerokan.
Karena tidak ada minyak kayu putih, "ritual" kerokan dengan sendirinya juga tak bisa dilakukan. Pernah beli balsam cap harimau buatan Singapura di supermarket Sainsbury. Tapi aromanya beda. Tak mantap rasanya berkerokan ria dengan balsam itu.
Untungnya, ada seorang teman yang pulang ke Yogyakarta. Ketika ia bertanya apa ada sesuatu yang dibutuhkan, Rani, istri saya langsung menjawab, "Minyak kayu putih, dong."
Menulis minyak kayu putih, saya jadi ingat kejadian beberapa tahun lalu ketika bekerja di Jakarta. Suatu siang saya naik bus dari depan Stasiun Gambir menuju Slipi.
Bus penuh sesak. Tiba-tiba ada seorang penjual naik, dan langsung berpromosi dengan suara keras. "Iyak, bapak-bapak, ibi-ibu yang lagi butuh minyak kayu putih, ini saya bawakan barangnya dengan harga istimewa," katanya bersemangat.
Sambil berpromosi, ia meletakkan botol-botol kecil warna hijau dengan tutup hitam di pangkuan setiap penumpang. "Di sembarang toko, di sembarang warung, minyak kayu putih Cap Lang ini dijual seharga 4 ribu rupiah. Siang ini, saya pakai harga istimewa. Cuma seribu rupiah saja. Ayo siapa yang mau...," katanya lagi.
Prmosinya berhasil. Terbukti banyak penumpang yang merogok kocek. Dan lembaran-lembaran seribuan pun berpindah tangan. Seorang ibu yang duduk di samping saya juga ikut membeli. "Lumayan lho. Soalnya di warung sebelah harganya mahal," kata si ibu sambil mengamati botol kecil ditangannya.
Ups. Tunggu dulu. Wajahnya tiba-tiba berubah. Alis matanya hampir bertemu. Ia berkata, "Ini bukan Cap Lang. Ini minyak kayu putih Cap *Walang. Pantesan murah...."
*walang (bahasa jawa) : belalang
Sudah sekitar dua bulan ini persediaan minyak kayu putih kami habis. Ketika Kirana lahir, kami punya berbotol-botol, di bawa nenek Kirana dari Indonesia.
Ternyata frekuensi pemakaian minyak kayu putih kami cukup tinggi. Di London yang dingin ini (apalagi kalau musim dingin) minyak kayu putih adalah "kawan" yang ampuh untuk menghangat badan ketika masuk angin, atau gangguan perut, dan satu lagi untuk kerokan.
Karena tidak ada minyak kayu putih, "ritual" kerokan dengan sendirinya juga tak bisa dilakukan. Pernah beli balsam cap harimau buatan Singapura di supermarket Sainsbury. Tapi aromanya beda. Tak mantap rasanya berkerokan ria dengan balsam itu.
Untungnya, ada seorang teman yang pulang ke Yogyakarta. Ketika ia bertanya apa ada sesuatu yang dibutuhkan, Rani, istri saya langsung menjawab, "Minyak kayu putih, dong."
Menulis minyak kayu putih, saya jadi ingat kejadian beberapa tahun lalu ketika bekerja di Jakarta. Suatu siang saya naik bus dari depan Stasiun Gambir menuju Slipi.
Bus penuh sesak. Tiba-tiba ada seorang penjual naik, dan langsung berpromosi dengan suara keras. "Iyak, bapak-bapak, ibi-ibu yang lagi butuh minyak kayu putih, ini saya bawakan barangnya dengan harga istimewa," katanya bersemangat.
Sambil berpromosi, ia meletakkan botol-botol kecil warna hijau dengan tutup hitam di pangkuan setiap penumpang. "Di sembarang toko, di sembarang warung, minyak kayu putih Cap Lang ini dijual seharga 4 ribu rupiah. Siang ini, saya pakai harga istimewa. Cuma seribu rupiah saja. Ayo siapa yang mau...," katanya lagi.
Prmosinya berhasil. Terbukti banyak penumpang yang merogok kocek. Dan lembaran-lembaran seribuan pun berpindah tangan. Seorang ibu yang duduk di samping saya juga ikut membeli. "Lumayan lho. Soalnya di warung sebelah harganya mahal," kata si ibu sambil mengamati botol kecil ditangannya.
Ups. Tunggu dulu. Wajahnya tiba-tiba berubah. Alis matanya hampir bertemu. Ia berkata, "Ini bukan Cap Lang. Ini minyak kayu putih Cap *Walang. Pantesan murah...."
*walang (bahasa jawa) : belalang
Edisi rangkuman saja
Ternyata sudah hampir setengah bulan tidak posting. Ada banyak cerita yang ingin dibagi, namun karena ini dan itu, cerita-cerita itu akhirnya tak sampai di sini. Berikut rangkuman cerita yang sebenarnya ingin dibagi :
1. London akhir Februari kembali dingin minta ampun. Hari Sabtu (28/2) bahkan salju tipis kembali turun. Padahal pohon-pohon di tepi jalan sudah mulai menampakkan daun, tanda musim semi tiba.
2. Rani, istri saya, selama beberapa hari lalu "benci komputer". Begitu mendengar bunyi komputer dihidupkan, langsung bersungut-sungut. Sekarang sepertinya penyakit "benci komputer"-nya sudah hilang. Tadi pagi ia sempat buka email dan membuka halaman maya koran The Times.
4. Kirana bisa kembali menikmati Finding Nemo. Bebeberapa bulan lalu sempat punya copy-nya, namun rusak karena diputar setiap hari.
Ternyata sudah hampir setengah bulan tidak posting. Ada banyak cerita yang ingin dibagi, namun karena ini dan itu, cerita-cerita itu akhirnya tak sampai di sini. Berikut rangkuman cerita yang sebenarnya ingin dibagi :
1. London akhir Februari kembali dingin minta ampun. Hari Sabtu (28/2) bahkan salju tipis kembali turun. Padahal pohon-pohon di tepi jalan sudah mulai menampakkan daun, tanda musim semi tiba.
2. Rani, istri saya, selama beberapa hari lalu "benci komputer". Begitu mendengar bunyi komputer dihidupkan, langsung bersungut-sungut. Sekarang sepertinya penyakit "benci komputer"-nya sudah hilang. Tadi pagi ia sempat buka email dan membuka halaman maya koran The Times.
4. Kirana bisa kembali menikmati Finding Nemo. Bebeberapa bulan lalu sempat punya copy-nya, namun rusak karena diputar setiap hari.
Monday, February 16, 2004
Sehari tanpa Kirana
Selama sekitar setengah bulan saya berada di rumah. Selama kurun itu pula "jam main" saya dengan Kirana meningkat tajam. Dari bangun pagi sampai tidur lagi, Kirana ada di depan mata. Hal yang tak terjadi kalau saya masuk kerja. Jadwal kerja kadang membuat saya tidak "ketemu" dengan Kirana. Saya pergi ketika Kirana masih tertidur dan pulang ketika ia sudah tidur.
Itu tidak sering terjadi. Hanya sesekali saja. Yang biasa terjadi adalah pagi saya bisa ketemu dan petangnya juga masih sempat bertemu. Dalam keadaan seperti ini, saya masih punya waktu menemaninya makan malam, main sebentar, menggosok gigi, menyiapkan susu hangat, dan mengantarnya tidur.
Ketika saya berangkat kerja tadi pagi, saya sempat kuatir Kirana akan mencari-cari saya. Ketika berada di kantor, saya juga merasakan sempat muncul "keinginan untuk bermain" dengan Kirana. Saya menilpon mummy-nya. Dia bilang Kirana baik-baik saja dan tidak mencari-cari saya.
Pukul 16.47 saya tiba di rumah. Saya membuka pintu pelan-pelan. Dari ruang tamu terdengar suara khas Pingu, film tentang penguin kecil yang lucu. Saya baru saja meletakkan tas punggung di tangga di dekat rak sepatu, ketika Kirana tahu saya pulang.
Ia langsung berlari dan memeluk saya. "Hallo, Ayah," teriak Kirana dengan mata berbinar-binar. Ia mencium pipi kiri saya. "Did you miss me?" saya bertanya sambil menggendongnya ke ruang tamu. "Yes," jawabnya sambil terus menggelayut.
Saya menggelitik perutnya. "Oh, you're tickling me," kata Kirana. Ia tertawa terpingkal-pingkal. Mendengar tawanya, penat sehabis kerja pun hilang...
Selama sekitar setengah bulan saya berada di rumah. Selama kurun itu pula "jam main" saya dengan Kirana meningkat tajam. Dari bangun pagi sampai tidur lagi, Kirana ada di depan mata. Hal yang tak terjadi kalau saya masuk kerja. Jadwal kerja kadang membuat saya tidak "ketemu" dengan Kirana. Saya pergi ketika Kirana masih tertidur dan pulang ketika ia sudah tidur.
Itu tidak sering terjadi. Hanya sesekali saja. Yang biasa terjadi adalah pagi saya bisa ketemu dan petangnya juga masih sempat bertemu. Dalam keadaan seperti ini, saya masih punya waktu menemaninya makan malam, main sebentar, menggosok gigi, menyiapkan susu hangat, dan mengantarnya tidur.
Ketika saya berangkat kerja tadi pagi, saya sempat kuatir Kirana akan mencari-cari saya. Ketika berada di kantor, saya juga merasakan sempat muncul "keinginan untuk bermain" dengan Kirana. Saya menilpon mummy-nya. Dia bilang Kirana baik-baik saja dan tidak mencari-cari saya.
Pukul 16.47 saya tiba di rumah. Saya membuka pintu pelan-pelan. Dari ruang tamu terdengar suara khas Pingu, film tentang penguin kecil yang lucu. Saya baru saja meletakkan tas punggung di tangga di dekat rak sepatu, ketika Kirana tahu saya pulang.
Ia langsung berlari dan memeluk saya. "Hallo, Ayah," teriak Kirana dengan mata berbinar-binar. Ia mencium pipi kiri saya. "Did you miss me?" saya bertanya sambil menggendongnya ke ruang tamu. "Yes," jawabnya sambil terus menggelayut.
Saya menggelitik perutnya. "Oh, you're tickling me," kata Kirana. Ia tertawa terpingkal-pingkal. Mendengar tawanya, penat sehabis kerja pun hilang...
Sunday, February 15, 2004
Ucapan di receipt belanja
Saya jarang berbelanja di hari Minggu. Apalagi Minggu pagi. Alasannya sederhana, saya masuk kerja. Kebetulan hari ini saya masih libur dan harus keluar rumah untuk membeli tiket kereta mingguan. Begitu masuk Safeway, supermarket terdekat dari rumah, sama melihat para pembelanja sibuk mencari barang atau item yang diinginkan.
Seorang ibu muda berjalan agak tergegas melewati saya. Hmm, harum. Seorang bapak yang usianya terlihat sekitar 30-an, yang berdiri di samping saya, di dekat rak-rak buku dan majalah juga menerbitkan aroma yang kurang lebih sama. Mungkin, orang punya banyak waktu di akhir pekan seperti ini untuk berendam di bath tub, sehingga mereka terlihat segar. Mungkin.
Saya tak berlama-lama di Safeway. Di luar langit mendung. Matahari tak terlihat. Saya tak ingin pulang kehujanan. Begitu mengambil The Sunday Times saya menuju kasir. Beberapa orang di belakang saya tampak membeli beberapa koran. Ada yang beli The Observer, The Mail on Sunday, Sunday Mirror, The Independent on Sunday, dan The News of the World.
Di kasir, ada sekitar lima orang antri. Di depan saya, seorang bapak menenteng botol pewangi pakaian, di depannya seorang ibu yang saya taksir berusia di atas 50 membeli susu dan roti tawar. Di depannya lagi seorang pria menenteng The Mail on Sunday. Di depannya lagi seorang wanita membeli empat pak corn flake. Dan di depannya lagi, seorang wanita muda membeli CD berisi 10 lagu cinta terbaik dan satu set karaoke system. Wajahnya tampak sumringah. Di ujung kasir, seorang pria, mungkin pasangan wanita ini, tengah menanti. Di jarinya tergenggam kartu warna merah muda.
Dan akhirnya tiba giliran saya untuk membayar. Saya melirik receipt belanja. Hal yang jarang saya lakukan. Di bagian atas tertera ... happy valentines day. Saya langsung ingat, Sabtu kemarin adalah 14 Februari.
Saya jarang berbelanja di hari Minggu. Apalagi Minggu pagi. Alasannya sederhana, saya masuk kerja. Kebetulan hari ini saya masih libur dan harus keluar rumah untuk membeli tiket kereta mingguan. Begitu masuk Safeway, supermarket terdekat dari rumah, sama melihat para pembelanja sibuk mencari barang atau item yang diinginkan.
Seorang ibu muda berjalan agak tergegas melewati saya. Hmm, harum. Seorang bapak yang usianya terlihat sekitar 30-an, yang berdiri di samping saya, di dekat rak-rak buku dan majalah juga menerbitkan aroma yang kurang lebih sama. Mungkin, orang punya banyak waktu di akhir pekan seperti ini untuk berendam di bath tub, sehingga mereka terlihat segar. Mungkin.
Saya tak berlama-lama di Safeway. Di luar langit mendung. Matahari tak terlihat. Saya tak ingin pulang kehujanan. Begitu mengambil The Sunday Times saya menuju kasir. Beberapa orang di belakang saya tampak membeli beberapa koran. Ada yang beli The Observer, The Mail on Sunday, Sunday Mirror, The Independent on Sunday, dan The News of the World.
Di kasir, ada sekitar lima orang antri. Di depan saya, seorang bapak menenteng botol pewangi pakaian, di depannya seorang ibu yang saya taksir berusia di atas 50 membeli susu dan roti tawar. Di depannya lagi seorang pria menenteng The Mail on Sunday. Di depannya lagi seorang wanita membeli empat pak corn flake. Dan di depannya lagi, seorang wanita muda membeli CD berisi 10 lagu cinta terbaik dan satu set karaoke system. Wajahnya tampak sumringah. Di ujung kasir, seorang pria, mungkin pasangan wanita ini, tengah menanti. Di jarinya tergenggam kartu warna merah muda.
Dan akhirnya tiba giliran saya untuk membayar. Saya melirik receipt belanja. Hal yang jarang saya lakukan. Di bagian atas tertera ... happy valentines day. Saya langsung ingat, Sabtu kemarin adalah 14 Februari.
Iseng-iseng saja
Terinspirasi blog Vero, iseng-iseng saya ikut quiz online. Just for fun di hari Minggu seperti ini. Mau tahu hasilnya? Nah, ini dia :
Masa iya sih? You give your love and friendship unconditionaly? Ah yang bener. Ya, namanya juga quiz....
Terinspirasi blog Vero, iseng-iseng saya ikut quiz online. Just for fun di hari Minggu seperti ini. Mau tahu hasilnya? Nah, ini dia :
|
Masa iya sih? You give your love and friendship unconditionaly? Ah yang bener. Ya, namanya juga quiz....
Thursday, February 12, 2004
What did Kirana do today?
1. Ke nursery
2. Ikut mummy belanja di Safeway
3. Menggambar bunga, donat, dan ladybird
4. Bikin party hat
5. Menonton Cebeebies
6. Main sama ayah
7. Pura-pura jadi magician
8. Story time sama mummy (The English Roses dan Dear Zoo)
9. Gosok gigi
10. Minta susu (rasa strawberry)
11. Say good night to mummy and ayah
12. Tidur (night, night sayang. baca bismillah dan berdoa ya...)
1. Ke nursery
2. Ikut mummy belanja di Safeway
3. Menggambar bunga, donat, dan ladybird
4. Bikin party hat
5. Menonton Cebeebies
6. Main sama ayah
7. Pura-pura jadi magician
8. Story time sama mummy (The English Roses dan Dear Zoo)
9. Gosok gigi
10. Minta susu (rasa strawberry)
11. Say good night to mummy and ayah
12. Tidur (night, night sayang. baca bismillah dan berdoa ya...)
Saturday, February 07, 2004
Aroma Sabtu pagi
Sabtu pagi. 10.19. Matahari sudah meninggalkan tempat tidurnya. Sinarnya terang, cerah, dan menghangatkan. Sinarnya menembus kaca-kaca rumah yang kusam terkena terpaan hujan, salju dan angin musim dingin. Angin semilir menggoyang pelan tirai perak yang menggantung.
Rani di dapur. Tangannya sibuk bergerak meramu aneka bumbu yang ada di toples-toples kecil. Angin menerbangkan aroma bacem kaki ayam dan kambing guling. Kirana? Ia sibuk bermain di ruang tamu bersama dengan Ellie sang gajah dan Teddy si beruang coklat.
Di ruang belakang, sambil membersihkan kaca di pintu, bau kambing guling semakin menggoda. Saya tak kuat. Akhirnya saya tinggalkan lap dan pembersih, dan bergegas ke ruang makan ...
Sabtu pagi. 10.19. Matahari sudah meninggalkan tempat tidurnya. Sinarnya terang, cerah, dan menghangatkan. Sinarnya menembus kaca-kaca rumah yang kusam terkena terpaan hujan, salju dan angin musim dingin. Angin semilir menggoyang pelan tirai perak yang menggantung.
Rani di dapur. Tangannya sibuk bergerak meramu aneka bumbu yang ada di toples-toples kecil. Angin menerbangkan aroma bacem kaki ayam dan kambing guling. Kirana? Ia sibuk bermain di ruang tamu bersama dengan Ellie sang gajah dan Teddy si beruang coklat.
Di ruang belakang, sambil membersihkan kaca di pintu, bau kambing guling semakin menggoda. Saya tak kuat. Akhirnya saya tinggalkan lap dan pembersih, dan bergegas ke ruang makan ...
Friday, February 06, 2004
Bau tempe mendoan
Sudah beberapa hari saya tidak mengejar kereta di Abbey Wood. Sudah beberapa hari pula saya tidak menghirup aroma kopi dan roti bakar di kedai-kedai kecil di Charing Cross Station. Sampai pertengahan Februari saya ada di rumah, menghabiskan cuti tahun lalu yang belum sempat terambil.
Jadwal baru saya adalah bangun pukul 07.30 pagi. Di London, di musim dingin seperti ini, jam-jam segitu tergolong masih gelap. Matahari biasanya muncul sekitar jam 07.45-an. Kirana bangun lebih awal. Biasanya jam 07.00 dia sudah bangun.
"Ritual" selanjutnya adalah mengganti baju Kirana, bikin susu hangat (dicampur Nesquik rasa pisang atau strawberry), dan bikin toast dengan olesan cokat dan peanut butter. Ini adalah sarapan Kirana. Setelah itu mengantar Kirana ke nursery, mampir ke Safeway membeli kebutuhan dapur dan koran.
Jam 09.10 sampai kembali di rumah, sarapan, baca koran, memberesi dapur, ruang tamu dan mengecek email. Rani sudah turun ke bawah, dan duduk di sofa di ruang tamu. Bila dia tidak melakukan sesuatu, saya langsung paham, pusingnya pasti sedang parah. Soalnya, bila badannya enak, ia akan berada di dapur dan bikin sesuatu. Seperti kemarin. Dia bikin martabak ayam dan sayur asem.
Hari ini, ia tidak masak dan hanya minta dibuatkan telur ceplok. Kalau itu, minta berapa kalipun tak masalah. Yang jadi masalah adalah kalau tiba-tiba ia minta tempe mendoan ala Purwokerto. Seperti yang baru saja ia katakan beberapa menit yang lalu. "Ayah, kok mummy mencium ada bau goreng-gorengan Purwokerto, ya? Mummy mencium ada bau mendoan lho....," kata Rani.
Sudah beberapa hari saya tidak mengejar kereta di Abbey Wood. Sudah beberapa hari pula saya tidak menghirup aroma kopi dan roti bakar di kedai-kedai kecil di Charing Cross Station. Sampai pertengahan Februari saya ada di rumah, menghabiskan cuti tahun lalu yang belum sempat terambil.
Jadwal baru saya adalah bangun pukul 07.30 pagi. Di London, di musim dingin seperti ini, jam-jam segitu tergolong masih gelap. Matahari biasanya muncul sekitar jam 07.45-an. Kirana bangun lebih awal. Biasanya jam 07.00 dia sudah bangun.
"Ritual" selanjutnya adalah mengganti baju Kirana, bikin susu hangat (dicampur Nesquik rasa pisang atau strawberry), dan bikin toast dengan olesan cokat dan peanut butter. Ini adalah sarapan Kirana. Setelah itu mengantar Kirana ke nursery, mampir ke Safeway membeli kebutuhan dapur dan koran.
Jam 09.10 sampai kembali di rumah, sarapan, baca koran, memberesi dapur, ruang tamu dan mengecek email. Rani sudah turun ke bawah, dan duduk di sofa di ruang tamu. Bila dia tidak melakukan sesuatu, saya langsung paham, pusingnya pasti sedang parah. Soalnya, bila badannya enak, ia akan berada di dapur dan bikin sesuatu. Seperti kemarin. Dia bikin martabak ayam dan sayur asem.
Hari ini, ia tidak masak dan hanya minta dibuatkan telur ceplok. Kalau itu, minta berapa kalipun tak masalah. Yang jadi masalah adalah kalau tiba-tiba ia minta tempe mendoan ala Purwokerto. Seperti yang baru saja ia katakan beberapa menit yang lalu. "Ayah, kok mummy mencium ada bau goreng-gorengan Purwokerto, ya? Mummy mencium ada bau mendoan lho....," kata Rani.
Saturday, January 31, 2004
Belum ada judul
Hari ini Rani dan Kirana bermalam di tempat Mbak Luluk di Wimbledon, London barat. Rumah sudah pasti akan sepi tanpa mereka. Rasa sepi itu belum terasa sekarang karena saya masih ada di kantor, malam-malam begini.
Itu semua baru terasa, ketika saya membuka pintu rumah di Carnoustie Close, dan mendapati kamar Kirana Kosong, dan kamar saya yang terletak di sebelahnya. Saya hanya berharap malam ini saya cepat lelap tertidur.
Hari ini Rani dan Kirana bermalam di tempat Mbak Luluk di Wimbledon, London barat. Rumah sudah pasti akan sepi tanpa mereka. Rasa sepi itu belum terasa sekarang karena saya masih ada di kantor, malam-malam begini.
Itu semua baru terasa, ketika saya membuka pintu rumah di Carnoustie Close, dan mendapati kamar Kirana Kosong, dan kamar saya yang terletak di sebelahnya. Saya hanya berharap malam ini saya cepat lelap tertidur.
Thursday, January 29, 2004
Ya, libur... :(
Hari masih pagi. Baru pukul 08.37. Di pintu gerbang nursery, tampak beberapa orang tua tengah membaca pengumuman yang ditulis pada sebuah kertas karton warna coklat.
"Due to snow and ice, which can be dangerous to the students, please bring back your children"
Di depan pintu gerbang, seorang guru menjelaskan bahwa sekolah dan nursery diliburkan karena staf yang ada tak cukup untuk mengawasi seluruh murid. Saya langsung mengerti maksudnya. Dengan banyaknya salju di luar, murid-murid pasti akan bermain salju ketika jam main tiba. Ketika semua murid bermain di luar, staf yang ada takkan bisa mengawasi satu persatu, sementara kemungkinan anak-anak cidera tidak kecil. Entah itu jatuh, terpeleset, terbentur alat bermain....
"But don't worry, Daddy. The school will be open tommorow," kata sang guru sambil tersenyum.
Saya langsung menggandeng Kirana ke halte bus untuk kembali pulang. "I want to go to the school, Ayah," Kirana langsung merengek. Matanya tertuju ke arah ruang kelasnya. Ia tak mau pulang. "I want to to go there. Please, Ayah," kata Kirana lagi.
"There is no class today. What do you think if we make a snowman in the backyard at home?" Saya mencoba membujuknya. Kirana langsung mengiyakan. "Let's go home, Ayah. Let's make a snowman...."
Hari masih pagi. Baru pukul 08.37. Di pintu gerbang nursery, tampak beberapa orang tua tengah membaca pengumuman yang ditulis pada sebuah kertas karton warna coklat.
"Due to snow and ice, which can be dangerous to the students, please bring back your children"
Di depan pintu gerbang, seorang guru menjelaskan bahwa sekolah dan nursery diliburkan karena staf yang ada tak cukup untuk mengawasi seluruh murid. Saya langsung mengerti maksudnya. Dengan banyaknya salju di luar, murid-murid pasti akan bermain salju ketika jam main tiba. Ketika semua murid bermain di luar, staf yang ada takkan bisa mengawasi satu persatu, sementara kemungkinan anak-anak cidera tidak kecil. Entah itu jatuh, terpeleset, terbentur alat bermain....
"But don't worry, Daddy. The school will be open tommorow," kata sang guru sambil tersenyum.
Saya langsung menggandeng Kirana ke halte bus untuk kembali pulang. "I want to go to the school, Ayah," Kirana langsung merengek. Matanya tertuju ke arah ruang kelasnya. Ia tak mau pulang. "I want to to go there. Please, Ayah," kata Kirana lagi.
"There is no class today. What do you think if we make a snowman in the backyard at home?" Saya mencoba membujuknya. Kirana langsung mengiyakan. "Let's go home, Ayah. Let's make a snowman...."
Saturday, January 24, 2004
The sunny Saturday morning
Saturday, 08.10 am. Setelah beberapa hari langit muram dan mengguyurkan ribuan kubik air ke bumi, pagi ini matahari memulai hari dengan riang. Pancarannya tak terhalang menghangatkan rumput-rumput yang menggigil kedinginan. Beautiful day.
Saturday, 08.10 am. Setelah beberapa hari langit muram dan mengguyurkan ribuan kubik air ke bumi, pagi ini matahari memulai hari dengan riang. Pancarannya tak terhalang menghangatkan rumput-rumput yang menggigil kedinginan. Beautiful day.
Friday, January 23, 2004
Kirana and The Snowman
It was Friday morning, time for parents and children to read a book together. We were a little bit late, so we rushed through the gate and went to the classroom. I saw some mums were reading for their children. Kirana picked up a blue book on top of a shelf. There was a picture of a snowman on its cover.
I read all along while Kirana sat on my lap. She pointed on several pictures and said, "Look, Ayah. The snowman has a hat and a scarf." She looked very happy. I was happy as well. I read books for Kirana many times. This one was different, though. The bond between me and her totally different.
"The end," Kirana said and closed the book. I gave her a big hug before leaving. Before cathching the first bus, I glanced her classroom once again. There was something in my heart...
(foto : amazon.co.uk)
It was Friday morning, time for parents and children to read a book together. We were a little bit late, so we rushed through the gate and went to the classroom. I saw some mums were reading for their children. Kirana picked up a blue book on top of a shelf. There was a picture of a snowman on its cover.
I read all along while Kirana sat on my lap. She pointed on several pictures and said, "Look, Ayah. The snowman has a hat and a scarf." She looked very happy. I was happy as well. I read books for Kirana many times. This one was different, though. The bond between me and her totally different.
"The end," Kirana said and closed the book. I gave her a big hug before leaving. Before cathching the first bus, I glanced her classroom once again. There was something in my heart...
(foto : amazon.co.uk)
Thursday, January 22, 2004
Di bawah nol derajat
Saya merasa musim dingin kali ini tak begitu dingin. Ada enaknya juga. Paling tidak saya tak perlu bertebal ria ketika di luar rumah. Oops, nanti dulu. "Cold spells set to hit next week", bunyi salah satu laporan koran sore London, Evening Standard.
Saya melanjutkan membaca laporan tersebut. "Britain is set to shiver next week, with temperatures plunging to minus 14 degrees centigrade. It could be the start of one of the coldest winters for years as almost the whole country will experience sub-zero conditions for a few days.
Tahun lalu, ketika tinggal di Barking Road, saya merasakan hawa yang sangat dingin. Ketika itu akhir Desember-awal Januari. Meski heater pada posisi maksimum, hawa dingin masih terasa sampai ke tulang. Saya masih ingat, Rani meringkuk dengan sleeping bag di sofa di ruang tamu. Itulah musim dingin terparah dalam pengalaman saya.
"There could be heavy snowfall and icy roads as cold air arrives from Canada, where the temperature is around -40c. There are likely to be daytime temperatures of minus seven or eight in the North early in the week then slightly warmer ones of minus two or three in the South by midweek."
Oh, dear. Sepertinya persediaan di lemari es harus diperbanyak. Andai saja ada abang bakso dan tukang mie ayam keliling di saat-saat seperti ini...
Saya merasa musim dingin kali ini tak begitu dingin. Ada enaknya juga. Paling tidak saya tak perlu bertebal ria ketika di luar rumah. Oops, nanti dulu. "Cold spells set to hit next week", bunyi salah satu laporan koran sore London, Evening Standard.
Saya melanjutkan membaca laporan tersebut. "Britain is set to shiver next week, with temperatures plunging to minus 14 degrees centigrade. It could be the start of one of the coldest winters for years as almost the whole country will experience sub-zero conditions for a few days.
Tahun lalu, ketika tinggal di Barking Road, saya merasakan hawa yang sangat dingin. Ketika itu akhir Desember-awal Januari. Meski heater pada posisi maksimum, hawa dingin masih terasa sampai ke tulang. Saya masih ingat, Rani meringkuk dengan sleeping bag di sofa di ruang tamu. Itulah musim dingin terparah dalam pengalaman saya.
"There could be heavy snowfall and icy roads as cold air arrives from Canada, where the temperature is around -40c. There are likely to be daytime temperatures of minus seven or eight in the North early in the week then slightly warmer ones of minus two or three in the South by midweek."
Oh, dear. Sepertinya persediaan di lemari es harus diperbanyak. Andai saja ada abang bakso dan tukang mie ayam keliling di saat-saat seperti ini...
Ben-Brahim dan si sopir taksi
Berita ini saya baca di Metro, koran gratis London, ketika melaju di kereta 08.01 yang membawa saya dari Abbey Wood ke Charing Cross. Di antara desakan penumpang, maklum rush hour, judul berita itu langsung menarik perhatian.
"Seorang pialang di London mendapatkan bonus 30 juta pound". Berita ini lengkap dengan foto sang pialang, yang bernama Driss Ben-Brahim. Otak saya langsung menghitung. Tiga puluh juta pound, bila dikalikan dengan kurs 12 ribu rupiah (kurs konservaif) maka bonus itu sama dengan (kira-kira) 36.000.000.000 rupiah.
Dengan bonus sebesar ini Ben-Brahim langsung masuk daftar Britain's Top 25 Earners, sederajat dengan pemilik Chelsea FC, Roman Abramovich dan JK Rowling, penulis buku Harry Potter. Metro melaporkan, dia mendatangkan keuntungan berlimpah (disebutkan sampai mencapai ratusan juta pound) di perusahaan tempat ia bekerja, dengan mengembangkan model matematik yang kompleks, untuk meramalkan pasar uang.
Masih di antara jejalan penumpang lain, yang ternyata juga membaca artikel yang sama, saya membayangkan dengan uang sebesar itu, Ben-Brahim, hampir bisa membeli apa yang diinginkan. Andai saya Ben-Brahim... "...please take all your belongings with you," suara masinis kereta melalui speaker, tiba-tiba terdengar dan langsung menghentikan khayalan saya. Kereta ternyata sudah sampai stasiun terakhir, Charing Cross.
Besok malamnya, saya kebetulan tugas malam, dan seperti biasa ada taksi jemputan dari kantor. Sambil menyetir dia bercerita akan pindah kerja. "Bayangkan, saya kerja empat malam berturut-turut, dan itupun tak cukup untuk mencicil kredit rumah, bayar gas, listrik, dan menghidupi istri dan dua anak saya," katanya sambil bersungut-sungut.
Ia juga menceritakan bagaimana dengan irama kerja sekarang ia tak punya banyak waktu untuk dua anaknya yang masih kecil. "Saya tidur ketika mereka terjaga, dan saya kerja ketika mereka tertidur. This job is really killing me," imbuhnya.
Dia juga bercerita bagaimana harus membawa makanan dari rumah, untuk bisa menghemat pengeluaran. "Saya harus pindah kerja. Saya tak mendapatkan apa-apa, meski saya bekerja keras seperti ini," katanya, kali ini sambil menerawang jauh.
Saya tak berkomentar banyak. Tiba-tiba saya merasa seberuntung Ben-Brahim.
Berita ini saya baca di Metro, koran gratis London, ketika melaju di kereta 08.01 yang membawa saya dari Abbey Wood ke Charing Cross. Di antara desakan penumpang, maklum rush hour, judul berita itu langsung menarik perhatian.
"Seorang pialang di London mendapatkan bonus 30 juta pound". Berita ini lengkap dengan foto sang pialang, yang bernama Driss Ben-Brahim. Otak saya langsung menghitung. Tiga puluh juta pound, bila dikalikan dengan kurs 12 ribu rupiah (kurs konservaif) maka bonus itu sama dengan (kira-kira) 36.000.000.000 rupiah.
Dengan bonus sebesar ini Ben-Brahim langsung masuk daftar Britain's Top 25 Earners, sederajat dengan pemilik Chelsea FC, Roman Abramovich dan JK Rowling, penulis buku Harry Potter. Metro melaporkan, dia mendatangkan keuntungan berlimpah (disebutkan sampai mencapai ratusan juta pound) di perusahaan tempat ia bekerja, dengan mengembangkan model matematik yang kompleks, untuk meramalkan pasar uang.
Masih di antara jejalan penumpang lain, yang ternyata juga membaca artikel yang sama, saya membayangkan dengan uang sebesar itu, Ben-Brahim, hampir bisa membeli apa yang diinginkan. Andai saya Ben-Brahim... "...please take all your belongings with you," suara masinis kereta melalui speaker, tiba-tiba terdengar dan langsung menghentikan khayalan saya. Kereta ternyata sudah sampai stasiun terakhir, Charing Cross.
Besok malamnya, saya kebetulan tugas malam, dan seperti biasa ada taksi jemputan dari kantor. Sambil menyetir dia bercerita akan pindah kerja. "Bayangkan, saya kerja empat malam berturut-turut, dan itupun tak cukup untuk mencicil kredit rumah, bayar gas, listrik, dan menghidupi istri dan dua anak saya," katanya sambil bersungut-sungut.
Ia juga menceritakan bagaimana dengan irama kerja sekarang ia tak punya banyak waktu untuk dua anaknya yang masih kecil. "Saya tidur ketika mereka terjaga, dan saya kerja ketika mereka tertidur. This job is really killing me," imbuhnya.
Dia juga bercerita bagaimana harus membawa makanan dari rumah, untuk bisa menghemat pengeluaran. "Saya harus pindah kerja. Saya tak mendapatkan apa-apa, meski saya bekerja keras seperti ini," katanya, kali ini sambil menerawang jauh.
Saya tak berkomentar banyak. Tiba-tiba saya merasa seberuntung Ben-Brahim.
Tuesday, January 20, 2004
Come on, Ayah. Please, wake up...
Kebiasaan Kirana untuk bangun pagi-pagi sekali kini muncul lagi. Semenjak sekitar seminggu lalu, jam masuk nursery-nya berubah ke pukul 8.50 sampai 11.15. Itu sebabnya mummy-nya menerapkan peraturan, jam 19.00 Kirana harus sudah makan malam, gosok gigi, dan pergi ke kamarnya. Karena ia tidur awal, ia juga sering bangun lebih pagi.
Seperti tadi pagi. Jam baru menunjuk pukul 06.00. London masih gulita. Di musim dingin seperti ini, hujan lebih sering turun, membuat badan semakin malas untuk sekedar beranjak. "Come on Ayah. Please wake up. It's already morning," kata Kirana sambil menarik selimut tebal.
Mau tidak mau saya dan Rani harus bangun. Prosesi selanjutnya bisa dibayangkan. Mummy-nya "berjuang" membujuk Kirana memakai pakaian yang tebal. Setelah itu, Rani ke dapur menyiapkan roti bakar dan secangkir susu hangat.
Bila kebetulan masuk siang atau malam, saya akan mengantar Kirana ke sekolahnya. Tak seperti di playgroup, sekarang kami harus naik bus. Tak lama cuma sekitar 4 sampai 5 menit. Yang terkadang lama adalah menunggu di bus stop. Tiba di nursery, menunggu sebentar dan Kiranapun masuk ke kelasnya. "Ok, Kirana, see you later." Dan Kirana menghilang di antara kerumunan anak-anak lain yang langsung sibuk mengitari sand castle...
Kebiasaan Kirana untuk bangun pagi-pagi sekali kini muncul lagi. Semenjak sekitar seminggu lalu, jam masuk nursery-nya berubah ke pukul 8.50 sampai 11.15. Itu sebabnya mummy-nya menerapkan peraturan, jam 19.00 Kirana harus sudah makan malam, gosok gigi, dan pergi ke kamarnya. Karena ia tidur awal, ia juga sering bangun lebih pagi.
Seperti tadi pagi. Jam baru menunjuk pukul 06.00. London masih gulita. Di musim dingin seperti ini, hujan lebih sering turun, membuat badan semakin malas untuk sekedar beranjak. "Come on Ayah. Please wake up. It's already morning," kata Kirana sambil menarik selimut tebal.
Mau tidak mau saya dan Rani harus bangun. Prosesi selanjutnya bisa dibayangkan. Mummy-nya "berjuang" membujuk Kirana memakai pakaian yang tebal. Setelah itu, Rani ke dapur menyiapkan roti bakar dan secangkir susu hangat.
Bila kebetulan masuk siang atau malam, saya akan mengantar Kirana ke sekolahnya. Tak seperti di playgroup, sekarang kami harus naik bus. Tak lama cuma sekitar 4 sampai 5 menit. Yang terkadang lama adalah menunggu di bus stop. Tiba di nursery, menunggu sebentar dan Kiranapun masuk ke kelasnya. "Ok, Kirana, see you later." Dan Kirana menghilang di antara kerumunan anak-anak lain yang langsung sibuk mengitari sand castle...
Wednesday, January 14, 2004
Halo, ini Tony Blair ...
Bila pada Selasa pagi kemarin ada sesuatu yang terlewatkan dalam ritme kehidupan saya, mungkin saja adalah Tony Blair (perdana menteri Inggris) membawakan acara menjawab telepon pendengar (phone in programme) di stasiun radio di London, LBC. Saya baru tahu, Blair menjadi pembawa cara radio ketika sopir taksi hari ini memberitahukan hal tersebut.
"Sayang ya, kita tak mendengarnya," ujar Harry, sopir taksi langganan yang bisa mengantar-jemput ke kantor. Tapi kekecewaan saya sedikit terobati ketika saya melihat laporannya di BBC World dan membacanya di situs berita BBC. "Hi, I'am Tony Blair and you are listening to The Big Conversation on LBC 97.3 - the happening station." Begitu kira-kira kalimat pembuka Blair.
Dalam acara ini, Blair menjawab pertanyaan pendengar mulai dari masalah biaya kuliah (yang tengah ramai di Inggris), tunjangan pensiun, hak-hak untuk bapak, pencari suaka, dan juga masalah-masalah dunia.
Yang membuat saya tersenyum adalah ketika Blair membaca namanya sendiri. Agar anda tahu apa yang terjadi, saya gambarkan sedikit situasinya. Pembawa acara radio biasanya menghadapi layar komputer yang memajang skrip yang harus ia baca.
Blair juga harus membaca skrip ini. "Oke, sekarang kita dengar pertanyaan Steve di Sidcup," kata Blair. Sebelum membaca skrip ini, di layar komputer tertulis : Steve, di Sidcup. Setelah beberapa lama Blair mengatakan, "Oke, sekarang kita dengar pendapat Tony. E, er, er, oh, ini nama saya ternyata." Oops.
Ia juga salah memencet tombol, yang membuat pembicaraan telepon seorang pendengar terputus. Tapi terlepas dari blunder kecil seperti ini, banyak pihak yang memuji langkah Blair. Ia adalah PM aktif pertama yang membawakan acara tanya jawab telepon di radio.
Para analis mengatakan, selain mendekatkan dengan para pemilih, Blair berkesempatan untuk mendengarkan berbagai pendapat rakyat mengenai kebijakan yang tengah ia terapkan, atau kebijakan yang akan ia terapkan nanti (manifesto).
Tiba-tiba saya membayangkan, ah seandainya ada petinggi pemerintah membawakan acara tanya-jawab di radio di Jakarta...
(foto : www.bbc.co.uk)
Bila pada Selasa pagi kemarin ada sesuatu yang terlewatkan dalam ritme kehidupan saya, mungkin saja adalah Tony Blair (perdana menteri Inggris) membawakan acara menjawab telepon pendengar (phone in programme) di stasiun radio di London, LBC. Saya baru tahu, Blair menjadi pembawa cara radio ketika sopir taksi hari ini memberitahukan hal tersebut.
"Sayang ya, kita tak mendengarnya," ujar Harry, sopir taksi langganan yang bisa mengantar-jemput ke kantor. Tapi kekecewaan saya sedikit terobati ketika saya melihat laporannya di BBC World dan membacanya di situs berita BBC. "Hi, I'am Tony Blair and you are listening to The Big Conversation on LBC 97.3 - the happening station." Begitu kira-kira kalimat pembuka Blair.
Dalam acara ini, Blair menjawab pertanyaan pendengar mulai dari masalah biaya kuliah (yang tengah ramai di Inggris), tunjangan pensiun, hak-hak untuk bapak, pencari suaka, dan juga masalah-masalah dunia.
Yang membuat saya tersenyum adalah ketika Blair membaca namanya sendiri. Agar anda tahu apa yang terjadi, saya gambarkan sedikit situasinya. Pembawa acara radio biasanya menghadapi layar komputer yang memajang skrip yang harus ia baca.
Blair juga harus membaca skrip ini. "Oke, sekarang kita dengar pertanyaan Steve di Sidcup," kata Blair. Sebelum membaca skrip ini, di layar komputer tertulis : Steve, di Sidcup. Setelah beberapa lama Blair mengatakan, "Oke, sekarang kita dengar pendapat Tony. E, er, er, oh, ini nama saya ternyata." Oops.
Ia juga salah memencet tombol, yang membuat pembicaraan telepon seorang pendengar terputus. Tapi terlepas dari blunder kecil seperti ini, banyak pihak yang memuji langkah Blair. Ia adalah PM aktif pertama yang membawakan acara tanya jawab telepon di radio.
Para analis mengatakan, selain mendekatkan dengan para pemilih, Blair berkesempatan untuk mendengarkan berbagai pendapat rakyat mengenai kebijakan yang tengah ia terapkan, atau kebijakan yang akan ia terapkan nanti (manifesto).
Tiba-tiba saya membayangkan, ah seandainya ada petinggi pemerintah membawakan acara tanya-jawab di radio di Jakarta...
(foto : www.bbc.co.uk)
Tuesday, January 13, 2004
Hmm aroma Indonesia
Hawa kembali dingin. Padahal, beberapa hari ini mulai hangat, di sekitar 9 sampai 11 derajat. Saya meninggalkan rumah pukul 22.01, setelah seharian main dengan Kirana, menghangatkan makanan, membuat mie rebus, dan membenahi halaman di internet, dan tidur sejenak tentu saja.
Kantor, seperti biasa, sepi. Tak banyak yang shift di jam-jam seperti ini. Di lantai 5, di blok tengah ini, saya menemui satu dua orang, yang kebetulan juga sedang tugas malam.
Di dekat jendela yang menghadap ke Strand, tampak beberapa mobil melaju di kegelapan malam. Angin bertiup kencang, menggoyang pohon-pohon yang meranggas di musim dingin.
Saya baru 2 jam memulai kerja, tapi kali ini saya tak "kesepian". Ada aroma Indonesia di samping saya. Tepat di samping kiri saya, tergelatak bungkus plastik sumpia udang yang telah tandas. Di sebelahnya ada kacang Bandung buatan Bogasari snack. Yang ini habis separo. Di sebelahnya lagi, ada cangkir saya dengan teh celup Sariwangi. Hmm.
Hawa kembali dingin. Padahal, beberapa hari ini mulai hangat, di sekitar 9 sampai 11 derajat. Saya meninggalkan rumah pukul 22.01, setelah seharian main dengan Kirana, menghangatkan makanan, membuat mie rebus, dan membenahi halaman di internet, dan tidur sejenak tentu saja.
Kantor, seperti biasa, sepi. Tak banyak yang shift di jam-jam seperti ini. Di lantai 5, di blok tengah ini, saya menemui satu dua orang, yang kebetulan juga sedang tugas malam.
Di dekat jendela yang menghadap ke Strand, tampak beberapa mobil melaju di kegelapan malam. Angin bertiup kencang, menggoyang pohon-pohon yang meranggas di musim dingin.
Saya baru 2 jam memulai kerja, tapi kali ini saya tak "kesepian". Ada aroma Indonesia di samping saya. Tepat di samping kiri saya, tergelatak bungkus plastik sumpia udang yang telah tandas. Di sebelahnya ada kacang Bandung buatan Bogasari snack. Yang ini habis separo. Di sebelahnya lagi, ada cangkir saya dengan teh celup Sariwangi. Hmm.
Thursday, January 08, 2004
Kembangan, 8 Januari 00, 20.00 WIB
I take you
treasure of my heart, and dearest companion
to be my wife, lover, and friend
to journey through life with you
beyond the road's end
I will love, comfort, and honour you
through good times, and bad
all of my days
***
(happy birthday, sweet
happy our wedding anniversary)
I take you
treasure of my heart, and dearest companion
to be my wife, lover, and friend
to journey through life with you
beyond the road's end
I will love, comfort, and honour you
through good times, and bad
all of my days
***
(happy birthday, sweet
happy our wedding anniversary)
Wednesday, January 07, 2004
Email-email itu
Pekerjaan kantor kadang membuat saya harus meninggalkan istri saya, Rani, dan si kecil Kirana. Saya bisa meninggalkan rumah dari hanya sekedar 3 hari, seminggu, bahkan hampir sebulan. Berpisah dari Rani dan Kirana adalah pengalaman yang menyiksa. Tapi, Rani selalu berbaik hati dengan selalu mengirim email-email yang menghibur hati. Ini salah satunya. Email ini dikirim 19 April 2002, ketika saya mendapat tugas keliling Indonesia selama 3 pekan.
hai lagi, tau nggak kirana dah bisa nyanyi satu lagi. tadinya kan cuma woo woo woo... sekarang asal mummy nyanyi yang the wheel on a bus go round and round.. dia langsung ooo deee ooongng....hehehe maksudnya all day long.
lucu banget deh, abis itu langsung ketawa geli hihihihhihihi...ala kirana.
trus tentang ol sama titin, iya dia kadang pakai mic, kemarin mummy kan gak siap, lagian gak tau ayah simpan dimana, sekarang mah dah tau ada di laci. tapi lagi gak ol sekarang.
hari ini makan banyak dan kita gak kemana-mana. males, keasyikan nyanyi di rumah. karena tumben kirana seneng di nyanyiin ya udah today kita nyanyi oooo deee oongngng!!! hehehe. besok jadwal kirana MMR jam 10.10, moga gak rewel dan gak panas abis di suntik ya...repot juga kan kalo dia nangis ...ooo iiiiitt oongng (hehe) kaya dulu pas pertama di imunisasi (ingat kan dulu gimana nangisnya ) dapat surat dari tv licence, biasa thanks dah bayar.yang lain gak ada.
dah dulu kali ya, see ya.
Pekerjaan kantor kadang membuat saya harus meninggalkan istri saya, Rani, dan si kecil Kirana. Saya bisa meninggalkan rumah dari hanya sekedar 3 hari, seminggu, bahkan hampir sebulan. Berpisah dari Rani dan Kirana adalah pengalaman yang menyiksa. Tapi, Rani selalu berbaik hati dengan selalu mengirim email-email yang menghibur hati. Ini salah satunya. Email ini dikirim 19 April 2002, ketika saya mendapat tugas keliling Indonesia selama 3 pekan.
hai lagi, tau nggak kirana dah bisa nyanyi satu lagi. tadinya kan cuma woo woo woo... sekarang asal mummy nyanyi yang the wheel on a bus go round and round.. dia langsung ooo deee ooongng....hehehe maksudnya all day long.
lucu banget deh, abis itu langsung ketawa geli hihihihhihihi...ala kirana.
trus tentang ol sama titin, iya dia kadang pakai mic, kemarin mummy kan gak siap, lagian gak tau ayah simpan dimana, sekarang mah dah tau ada di laci. tapi lagi gak ol sekarang.
hari ini makan banyak dan kita gak kemana-mana. males, keasyikan nyanyi di rumah. karena tumben kirana seneng di nyanyiin ya udah today kita nyanyi oooo deee oongngng!!! hehehe. besok jadwal kirana MMR jam 10.10, moga gak rewel dan gak panas abis di suntik ya...repot juga kan kalo dia nangis ...ooo iiiiitt oongng (hehe) kaya dulu pas pertama di imunisasi (ingat kan dulu gimana nangisnya ) dapat surat dari tv licence, biasa thanks dah bayar.yang lain gak ada.
dah dulu kali ya, see ya.
Tuesday, January 06, 2004
Kebayoran Lama, November 1999
Maukah kamu menemaniku di Inggris
Maukah kamu menemaniku di Inggris
Canberra, September 1999
Pintu kamarku di City Walk Hotel, Canberra, diketuk. Staf hotel meminta ijin untuk memasukkan handuk baru. Dengan sedikit malas, aku beranjak, membuka gerendel pintu, dan mengambil handuk tebal warna putih. Tak lupa kuucapkan terima kasih. Aku menengok arloji. Uh, jam 08.47 pagi.
Sepertinya aku begitu pulas tidur. Mungkin aku kecapekan, setelah seharian kemarin berada di gedung parlemen. Ketel putih di meja aku nyalakan. Tak lama kemudian, uap dari mulut ketel mengepul, disertai bunyi air yang mulai mendidih. Aku menuangkan air panas ke mangkuk kecil yang telah berisi teh celup. The hangat aku minum perlahan. Ujung cangkir menempel bibir atas dan bawah, mengalirkan air coklat manis ke tenggorokan.
Di antara korden, sinar matahari memasuki kamar membentuk garis putih panjang pada lantai dan dinding yang berwarna krem. Aku sibakkan korden tebal bermotif kembang-kembang. Kamar menjadi terang. Aku putar pula radio saku yang tergeletak di sisi tempat tidur. Terdengar Ronan Keating melantunkan syair-syair lagu :
The smile on your face, lets me know that you need me. There's a truth in your eyes saying you'll never leave me. The touch of your hand says you'll catch me, whenever I fall. You say it best, when you say nothing at all.
Aku sudah hampir 14 hari di sini. Rasanya hari berlalu dengan sangat lambat. Untuk membunuh waktu, aku biasanya duduk di taman di belakang hotel. Di bangku kayu aku menantap lalu lalang, orang-orang yang menikmati musim semi. Di tengah taman ini biasanya ada pertunjukan teater dadakan, musik jalanan, atau happening art.
Bosan di taman, aku menyusuri jalan di sekitar kawasan City Walk. Di sini ada toko buku, warung internet, kafe, supermarket, oriental take away (masakannya enak sekali, khas Asia, dan murah), dan gedung bioskop. Big Daddy adalah salah satu film yang tengah diputar. Terbersit ingin menonoton film ini. Niat ini saya urungkan. Saya membayangkan, pasti tak enak rasanya menonton tanpa "teman".
Ketika hari mulai gelap, inilah ketika "masa-masa sangat sulit" itu mulai datang. Di kamar hotel ini, mata sulit terpejam. Hati saya selalui teringat seorang "teman". Saya merenung dan bertanya : mengapa saya selalu ingat kepadanya? Mengapa ia datang tanpa saya bisa menolak? Mengapa saya begitu merindukannya?
Di hari ke-15, saya menilpon kantor di Surabaya. Saya katakan penugasan saya telah selesai dan saya akan pulang. Surabaya memberi ijin. Saya langsung ke kantor Qantas dan mengurus tiket pulang. Urusan tiket selesai lebih cepat. Saya mengemasi barang, dan "menikmati" kamar hotel untuk terakhir kalinya. Aku pasti akan mengingatnya. Di sinilah aku memutuskan : suatu saat nanti akan aku raih hatinya. Kamar hotel ini pulalah yang membuat aku merasa dekat, meski kami berbeda jarak ribuan kilometer.
Aku tenteng ransel hitam dan turun ke lobi. Aku minta staf hotel memanggil taksi ke bandara. Kurang dari 10 menit kemudian taksi datang, dan membawaku ke bandara. Dalam hati aku berkata, "Rani, aku kembali ke Jakarta."
Pintu kamarku di City Walk Hotel, Canberra, diketuk. Staf hotel meminta ijin untuk memasukkan handuk baru. Dengan sedikit malas, aku beranjak, membuka gerendel pintu, dan mengambil handuk tebal warna putih. Tak lupa kuucapkan terima kasih. Aku menengok arloji. Uh, jam 08.47 pagi.
Sepertinya aku begitu pulas tidur. Mungkin aku kecapekan, setelah seharian kemarin berada di gedung parlemen. Ketel putih di meja aku nyalakan. Tak lama kemudian, uap dari mulut ketel mengepul, disertai bunyi air yang mulai mendidih. Aku menuangkan air panas ke mangkuk kecil yang telah berisi teh celup. The hangat aku minum perlahan. Ujung cangkir menempel bibir atas dan bawah, mengalirkan air coklat manis ke tenggorokan.
Di antara korden, sinar matahari memasuki kamar membentuk garis putih panjang pada lantai dan dinding yang berwarna krem. Aku sibakkan korden tebal bermotif kembang-kembang. Kamar menjadi terang. Aku putar pula radio saku yang tergeletak di sisi tempat tidur. Terdengar Ronan Keating melantunkan syair-syair lagu :
The smile on your face, lets me know that you need me. There's a truth in your eyes saying you'll never leave me. The touch of your hand says you'll catch me, whenever I fall. You say it best, when you say nothing at all.
Aku sudah hampir 14 hari di sini. Rasanya hari berlalu dengan sangat lambat. Untuk membunuh waktu, aku biasanya duduk di taman di belakang hotel. Di bangku kayu aku menantap lalu lalang, orang-orang yang menikmati musim semi. Di tengah taman ini biasanya ada pertunjukan teater dadakan, musik jalanan, atau happening art.
Bosan di taman, aku menyusuri jalan di sekitar kawasan City Walk. Di sini ada toko buku, warung internet, kafe, supermarket, oriental take away (masakannya enak sekali, khas Asia, dan murah), dan gedung bioskop. Big Daddy adalah salah satu film yang tengah diputar. Terbersit ingin menonoton film ini. Niat ini saya urungkan. Saya membayangkan, pasti tak enak rasanya menonton tanpa "teman".
Ketika hari mulai gelap, inilah ketika "masa-masa sangat sulit" itu mulai datang. Di kamar hotel ini, mata sulit terpejam. Hati saya selalui teringat seorang "teman". Saya merenung dan bertanya : mengapa saya selalu ingat kepadanya? Mengapa ia datang tanpa saya bisa menolak? Mengapa saya begitu merindukannya?
Di hari ke-15, saya menilpon kantor di Surabaya. Saya katakan penugasan saya telah selesai dan saya akan pulang. Surabaya memberi ijin. Saya langsung ke kantor Qantas dan mengurus tiket pulang. Urusan tiket selesai lebih cepat. Saya mengemasi barang, dan "menikmati" kamar hotel untuk terakhir kalinya. Aku pasti akan mengingatnya. Di sinilah aku memutuskan : suatu saat nanti akan aku raih hatinya. Kamar hotel ini pulalah yang membuat aku merasa dekat, meski kami berbeda jarak ribuan kilometer.
Aku tenteng ransel hitam dan turun ke lobi. Aku minta staf hotel memanggil taksi ke bandara. Kurang dari 10 menit kemudian taksi datang, dan membawaku ke bandara. Dalam hati aku berkata, "Rani, aku kembali ke Jakarta."
Munchen, awal Desember 1998
Aku baru saja tiba di kota ini. Jam menunjukkan pukul 12.05 siang. Aku sedang mengantar teman mencari telepon umum. Sambil tersaruk-saruk di antara serakan salju tebal, akhirnya kami mendapati telpon umum, sekitar 50 meter dari hotel tempat menginap.
Ia menilpon istrinya di Jakarta. Saya sedikit menjauh. Tak enak rasanya mendengar pembicaraan mesra mereka. Salju masih turun. Butir-butir putih melayang jatuh ke tanah, menumpuk satu sama lain. Matahari tak terlihat.
"Oke, sudah ya. Nanti malam saya akan telpon lagi," kata teman saya menutup pembicaraan. Dari telpon umum ini, saya merasa "kering dan kosong". Saya tak punya "teman" yang bisa saya ajak untuk sekedar berbagi rasa. Saya tak punya "teman" untuk sekedar berkata, "Hai, saya di Munchen. Dingin di sini, bagaimana kabarmu?"
Saya memang punya satu "teman". Tapi rasanya dia "jauh" sekali. Tapi ia kadang begitu "dekat". Tanpa saya sadari, sejak pertama kali bertemu, ia hadir tanpa saya undang dalam perasaan saya. Dan di Munchen ini, saya tak berani, meski hanya sekedar untuk menelponnya.
Saya bergegas masuk kamar hotel. Membuka mantel tebal, cuci muka, dan rebah di tempat tidur empuk yang ukurannya tak begitu besar. Hari belum begitu sore, tapi rasanya sudah agak gelap. Di layar televisi, tampak Robbie Williams melantunkan lagu anyarnya, Millenium.
Saya beranjak dan mendekati jendela kaca. Di kamar yang dilengkapi alat penghangat ini, kaca berembun. Permukaannya seakan terlapisi ribuan bintik-bintik air.
Sambil menerawang ke arah jalan yang kini seluruhnya tertutupi salju, jariku bergerak dan menulis di kaca. "Rani, I miss u so much".
Aku baru saja tiba di kota ini. Jam menunjukkan pukul 12.05 siang. Aku sedang mengantar teman mencari telepon umum. Sambil tersaruk-saruk di antara serakan salju tebal, akhirnya kami mendapati telpon umum, sekitar 50 meter dari hotel tempat menginap.
Ia menilpon istrinya di Jakarta. Saya sedikit menjauh. Tak enak rasanya mendengar pembicaraan mesra mereka. Salju masih turun. Butir-butir putih melayang jatuh ke tanah, menumpuk satu sama lain. Matahari tak terlihat.
"Oke, sudah ya. Nanti malam saya akan telpon lagi," kata teman saya menutup pembicaraan. Dari telpon umum ini, saya merasa "kering dan kosong". Saya tak punya "teman" yang bisa saya ajak untuk sekedar berbagi rasa. Saya tak punya "teman" untuk sekedar berkata, "Hai, saya di Munchen. Dingin di sini, bagaimana kabarmu?"
Saya memang punya satu "teman". Tapi rasanya dia "jauh" sekali. Tapi ia kadang begitu "dekat". Tanpa saya sadari, sejak pertama kali bertemu, ia hadir tanpa saya undang dalam perasaan saya. Dan di Munchen ini, saya tak berani, meski hanya sekedar untuk menelponnya.
Saya bergegas masuk kamar hotel. Membuka mantel tebal, cuci muka, dan rebah di tempat tidur empuk yang ukurannya tak begitu besar. Hari belum begitu sore, tapi rasanya sudah agak gelap. Di layar televisi, tampak Robbie Williams melantunkan lagu anyarnya, Millenium.
Saya beranjak dan mendekati jendela kaca. Di kamar yang dilengkapi alat penghangat ini, kaca berembun. Permukaannya seakan terlapisi ribuan bintik-bintik air.
Sambil menerawang ke arah jalan yang kini seluruhnya tertutupi salju, jariku bergerak dan menulis di kaca. "Rani, I miss u so much".
Gina Ballerina
Namanya Gina Ballerina. Tubuhnya ramping, sangat ramping bahkan. Rambutnya berwarna kuning, dengan pakaian warna pink. Dan bila punggungnya dipencet, akan terdengar alunan polyphonic yang biasa mengiringi ballet.
Ya, Gina adalah nama boneka terbaru Kirana. Dibeli Sabtu lalu ketika Kirana dan mummy-nya pergi ke Woolwich. Mummy-nya bilang, ketika mampir di Marks & Spencer tiba-tiba Kirana melihat boneka itu dan minta dibelikan. Kirana sebenarnya punya banyak boneka dan kali ini mummy-nya berpikir belum saatnya untuk membeli yang baru.
"Tapi Kirana nggak mau jalan sebelum mendapat jaminan bahwa boneka itu akan dibeli," kata mummy-nya. Agaknya Kirana punya jurus baru untuk "memaksa" mummy-nya membeli boneka itu.
Bujukan, rayuan, apalagi penjelasan, tak bisa melunakkan keinginan Kirana. Mummy-nya terpaksa merogok kocek dan membeli boneka yang bernama Gina itu. Kirana senang bukan main. Ia ajak Gina bermain. Ia kasih handuk, selimut, dan diajaknya menari. Pagi tadi, sehabis bangun tidur, sambil memegang Gina, ia bertanya di mana ibu Gina. Saya jawab, "Ibu Gina ada di Cina." Saya jawab Cina, karena di label boneka itu tercantum made in China.
Tadi, sebelum berangkat ke kantor, Kirana berdiri di depan cermin di dekat pintu. Satu tangannya ia angkat ke atas, dan satu kakinya ia tekukkan. Ia berputar-putar. "Ayah, look. Like Gina. I am dancing....," kata Kirana.
Saya tak bisa berlama-lama menikmati "tarian" Kirana. Taksi dari kantor sudah menunggu di depan rumah. "That's enough, Kirana. Bye, see you tomorrow."
Namanya Gina Ballerina. Tubuhnya ramping, sangat ramping bahkan. Rambutnya berwarna kuning, dengan pakaian warna pink. Dan bila punggungnya dipencet, akan terdengar alunan polyphonic yang biasa mengiringi ballet.
Ya, Gina adalah nama boneka terbaru Kirana. Dibeli Sabtu lalu ketika Kirana dan mummy-nya pergi ke Woolwich. Mummy-nya bilang, ketika mampir di Marks & Spencer tiba-tiba Kirana melihat boneka itu dan minta dibelikan. Kirana sebenarnya punya banyak boneka dan kali ini mummy-nya berpikir belum saatnya untuk membeli yang baru.
"Tapi Kirana nggak mau jalan sebelum mendapat jaminan bahwa boneka itu akan dibeli," kata mummy-nya. Agaknya Kirana punya jurus baru untuk "memaksa" mummy-nya membeli boneka itu.
Bujukan, rayuan, apalagi penjelasan, tak bisa melunakkan keinginan Kirana. Mummy-nya terpaksa merogok kocek dan membeli boneka yang bernama Gina itu. Kirana senang bukan main. Ia ajak Gina bermain. Ia kasih handuk, selimut, dan diajaknya menari. Pagi tadi, sehabis bangun tidur, sambil memegang Gina, ia bertanya di mana ibu Gina. Saya jawab, "Ibu Gina ada di Cina." Saya jawab Cina, karena di label boneka itu tercantum made in China.
Tadi, sebelum berangkat ke kantor, Kirana berdiri di depan cermin di dekat pintu. Satu tangannya ia angkat ke atas, dan satu kakinya ia tekukkan. Ia berputar-putar. "Ayah, look. Like Gina. I am dancing....," kata Kirana.
Saya tak bisa berlama-lama menikmati "tarian" Kirana. Taksi dari kantor sudah menunggu di depan rumah. "That's enough, Kirana. Bye, see you tomorrow."
Pembicaraan bisu
Aku, Rani, dan Kirana dalam perjalanan pulang dari Kent, ketika handphone (HP) yang ada di saku bergetar. Aku ambil dan di layar tertera, ada pesan yang baru saja masuk. Aku pencet dan muncul pesan : hello om apa kabar dr agus. Dari kata-kata yang dipilih aku tahu ini sms dari kakak ipar yang ada di sebuah desa bernama Kembangan di Purbalingga, Jawa Tengah.
Berawal dari pesan singkat ini, kami seakan "berbicara" satu sama lain dan mengalirkan "pembicaraan bisu" melalui layar HP. Aku menjawab : kami baik-baik saja, dan salam untuk semuanya di sini. Aku juga sempat memberitahu kalau ada waktu tengok blog ini di internet. Mas Agus kemudian menjawab : salam juga unt semua semoga sll bahagia trim.
Beberapa hari lalu, Rani mendapat kiriman sms Elin, adiknya yang tengah ada di Bandung. Lain waktu mendapat pesan pendek dari Evi, teman yang ada di Jambi, Hendrat yang juga ada di Kembangan, atau keluarga di sebuah desa nun jauh di sana, bernama Welahan, Jepara, Jawa Tengah.
SMS menjadi alat komunikasi baru. Ketika email dan internet masih menjadi barang mewah di sebuah desa yang tidak ada saluran telepon, SMS memang menjadi alternatif yang memikat. Mudah, terjangkau (murah), dan seketika.
Ups, ada pesan masuk : "Happy New Year 2004" smg di thn ini ksuksesan slalu menyertai kita smua. Amin. Bapak sekluarga mengucapkn trima ksh atas bantuanya slama ini. Yang ini dari keluarga di Welahan. Selamat tahun baru juga, Pak...
Aku, Rani, dan Kirana dalam perjalanan pulang dari Kent, ketika handphone (HP) yang ada di saku bergetar. Aku ambil dan di layar tertera, ada pesan yang baru saja masuk. Aku pencet dan muncul pesan : hello om apa kabar dr agus. Dari kata-kata yang dipilih aku tahu ini sms dari kakak ipar yang ada di sebuah desa bernama Kembangan di Purbalingga, Jawa Tengah.
Berawal dari pesan singkat ini, kami seakan "berbicara" satu sama lain dan mengalirkan "pembicaraan bisu" melalui layar HP. Aku menjawab : kami baik-baik saja, dan salam untuk semuanya di sini. Aku juga sempat memberitahu kalau ada waktu tengok blog ini di internet. Mas Agus kemudian menjawab : salam juga unt semua semoga sll bahagia trim.
Beberapa hari lalu, Rani mendapat kiriman sms Elin, adiknya yang tengah ada di Bandung. Lain waktu mendapat pesan pendek dari Evi, teman yang ada di Jambi, Hendrat yang juga ada di Kembangan, atau keluarga di sebuah desa nun jauh di sana, bernama Welahan, Jepara, Jawa Tengah.
SMS menjadi alat komunikasi baru. Ketika email dan internet masih menjadi barang mewah di sebuah desa yang tidak ada saluran telepon, SMS memang menjadi alternatif yang memikat. Mudah, terjangkau (murah), dan seketika.
Ups, ada pesan masuk : "Happy New Year 2004" smg di thn ini ksuksesan slalu menyertai kita smua. Amin. Bapak sekluarga mengucapkn trima ksh atas bantuanya slama ini. Yang ini dari keluarga di Welahan. Selamat tahun baru juga, Pak...