Thursday, January 22, 2004

Ben-Brahim dan si sopir taksi

Berita ini saya baca di Metro, koran gratis London, ketika melaju di kereta 08.01 yang membawa saya dari Abbey Wood ke Charing Cross. Di antara desakan penumpang, maklum rush hour, judul berita itu langsung menarik perhatian.

"Seorang pialang di London mendapatkan bonus 30 juta pound". Berita ini lengkap dengan foto sang pialang, yang bernama Driss Ben-Brahim. Otak saya langsung menghitung. Tiga puluh juta pound, bila dikalikan dengan kurs 12 ribu rupiah (kurs konservaif) maka bonus itu sama dengan (kira-kira) 36.000.000.000 rupiah.

Dengan bonus sebesar ini Ben-Brahim langsung masuk daftar Britain's Top 25 Earners, sederajat dengan pemilik Chelsea FC, Roman Abramovich dan JK Rowling, penulis buku Harry Potter. Metro melaporkan, dia mendatangkan keuntungan berlimpah (disebutkan sampai mencapai ratusan juta pound) di perusahaan tempat ia bekerja, dengan mengembangkan model matematik yang kompleks, untuk meramalkan pasar uang.

Masih di antara jejalan penumpang lain, yang ternyata juga membaca artikel yang sama, saya membayangkan dengan uang sebesar itu, Ben-Brahim, hampir bisa membeli apa yang diinginkan. Andai saya Ben-Brahim... "...please take all your belongings with you," suara masinis kereta melalui speaker, tiba-tiba terdengar dan langsung menghentikan khayalan saya. Kereta ternyata sudah sampai stasiun terakhir, Charing Cross.

Besok malamnya, saya kebetulan tugas malam, dan seperti biasa ada taksi jemputan dari kantor. Sambil menyetir dia bercerita akan pindah kerja. "Bayangkan, saya kerja empat malam berturut-turut, dan itupun tak cukup untuk mencicil kredit rumah, bayar gas, listrik, dan menghidupi istri dan dua anak saya," katanya sambil bersungut-sungut.

Ia juga menceritakan bagaimana dengan irama kerja sekarang ia tak punya banyak waktu untuk dua anaknya yang masih kecil. "Saya tidur ketika mereka terjaga, dan saya kerja ketika mereka tertidur. This job is really killing me," imbuhnya.

Dia juga bercerita bagaimana harus membawa makanan dari rumah, untuk bisa menghemat pengeluaran. "Saya harus pindah kerja. Saya tak mendapatkan apa-apa, meski saya bekerja keras seperti ini," katanya, kali ini sambil menerawang jauh.

Saya tak berkomentar banyak. Tiba-tiba saya merasa seberuntung Ben-Brahim.

No comments: