Saturday, January 31, 2004

Belum ada judul

Hari ini Rani dan Kirana bermalam di tempat Mbak Luluk di Wimbledon, London barat. Rumah sudah pasti akan sepi tanpa mereka. Rasa sepi itu belum terasa sekarang karena saya masih ada di kantor, malam-malam begini.

Itu semua baru terasa, ketika saya membuka pintu rumah di Carnoustie Close, dan mendapati kamar Kirana Kosong, dan kamar saya yang terletak di sebelahnya. Saya hanya berharap malam ini saya cepat lelap tertidur.

Thursday, January 29, 2004

Ya, libur... :(

Hari masih pagi. Baru pukul 08.37. Di pintu gerbang nursery, tampak beberapa orang tua tengah membaca pengumuman yang ditulis pada sebuah kertas karton warna coklat.

"Due to snow and ice, which can be dangerous to the students, please bring back your children"

Di depan pintu gerbang, seorang guru menjelaskan bahwa sekolah dan nursery diliburkan karena staf yang ada tak cukup untuk mengawasi seluruh murid. Saya langsung mengerti maksudnya. Dengan banyaknya salju di luar, murid-murid pasti akan bermain salju ketika jam main tiba. Ketika semua murid bermain di luar, staf yang ada takkan bisa mengawasi satu persatu, sementara kemungkinan anak-anak cidera tidak kecil. Entah itu jatuh, terpeleset, terbentur alat bermain....

"But don't worry, Daddy. The school will be open tommorow," kata sang guru sambil tersenyum.

Saya langsung menggandeng Kirana ke halte bus untuk kembali pulang. "I want to go to the school, Ayah," Kirana langsung merengek. Matanya tertuju ke arah ruang kelasnya. Ia tak mau pulang. "I want to to go there. Please, Ayah," kata Kirana lagi.

"There is no class today. What do you think if we make a snowman in the backyard at home?" Saya mencoba membujuknya. Kirana langsung mengiyakan. "Let's go home, Ayah. Let's make a snowman...."

Saturday, January 24, 2004

The sunny Saturday morning



Saturday, 08.10 am. Setelah beberapa hari langit muram dan mengguyurkan ribuan kubik air ke bumi, pagi ini matahari memulai hari dengan riang. Pancarannya tak terhalang menghangatkan rumput-rumput yang menggigil kedinginan. Beautiful day.

Friday, January 23, 2004

Kirana and The Snowman

It was Friday morning, time for parents and children to read a book together. We were a little bit late, so we rushed through the gate and went to the classroom. I saw some mums were reading for their children. Kirana picked up a blue book on top of a shelf. There was a picture of a snowman on its cover.

I read all along while Kirana sat on my lap. She pointed on several pictures and said, "Look, Ayah. The snowman has a hat and a scarf." She looked very happy. I was happy as well. I read books for Kirana many times. This one was different, though. The bond between me and her totally different.

"The end," Kirana said and closed the book. I gave her a big hug before leaving. Before cathching the first bus, I glanced her classroom once again. There was something in my heart...
(foto : amazon.co.uk)

Thursday, January 22, 2004

Di bawah nol derajat

Saya merasa musim dingin kali ini tak begitu dingin. Ada enaknya juga. Paling tidak saya tak perlu bertebal ria ketika di luar rumah. Oops, nanti dulu. "Cold spells set to hit next week", bunyi salah satu laporan koran sore London, Evening Standard.

Saya melanjutkan membaca laporan tersebut. "Britain is set to shiver next week, with temperatures plunging to minus 14 degrees centigrade. It could be the start of one of the coldest winters for years as almost the whole country will experience sub-zero conditions for a few days.

Tahun lalu, ketika tinggal di Barking Road, saya merasakan hawa yang sangat dingin. Ketika itu akhir Desember-awal Januari. Meski heater pada posisi maksimum, hawa dingin masih terasa sampai ke tulang. Saya masih ingat, Rani meringkuk dengan sleeping bag di sofa di ruang tamu. Itulah musim dingin terparah dalam pengalaman saya.

"There could be heavy snowfall and icy roads as cold air arrives from Canada, where the temperature is around -40c. There are likely to be daytime temperatures of minus seven or eight in the North early in the week then slightly warmer ones of minus two or three in the South by midweek."

Oh, dear. Sepertinya persediaan di lemari es harus diperbanyak. Andai saja ada abang bakso dan tukang mie ayam keliling di saat-saat seperti ini...
Ben-Brahim dan si sopir taksi

Berita ini saya baca di Metro, koran gratis London, ketika melaju di kereta 08.01 yang membawa saya dari Abbey Wood ke Charing Cross. Di antara desakan penumpang, maklum rush hour, judul berita itu langsung menarik perhatian.

"Seorang pialang di London mendapatkan bonus 30 juta pound". Berita ini lengkap dengan foto sang pialang, yang bernama Driss Ben-Brahim. Otak saya langsung menghitung. Tiga puluh juta pound, bila dikalikan dengan kurs 12 ribu rupiah (kurs konservaif) maka bonus itu sama dengan (kira-kira) 36.000.000.000 rupiah.

Dengan bonus sebesar ini Ben-Brahim langsung masuk daftar Britain's Top 25 Earners, sederajat dengan pemilik Chelsea FC, Roman Abramovich dan JK Rowling, penulis buku Harry Potter. Metro melaporkan, dia mendatangkan keuntungan berlimpah (disebutkan sampai mencapai ratusan juta pound) di perusahaan tempat ia bekerja, dengan mengembangkan model matematik yang kompleks, untuk meramalkan pasar uang.

Masih di antara jejalan penumpang lain, yang ternyata juga membaca artikel yang sama, saya membayangkan dengan uang sebesar itu, Ben-Brahim, hampir bisa membeli apa yang diinginkan. Andai saya Ben-Brahim... "...please take all your belongings with you," suara masinis kereta melalui speaker, tiba-tiba terdengar dan langsung menghentikan khayalan saya. Kereta ternyata sudah sampai stasiun terakhir, Charing Cross.

Besok malamnya, saya kebetulan tugas malam, dan seperti biasa ada taksi jemputan dari kantor. Sambil menyetir dia bercerita akan pindah kerja. "Bayangkan, saya kerja empat malam berturut-turut, dan itupun tak cukup untuk mencicil kredit rumah, bayar gas, listrik, dan menghidupi istri dan dua anak saya," katanya sambil bersungut-sungut.

Ia juga menceritakan bagaimana dengan irama kerja sekarang ia tak punya banyak waktu untuk dua anaknya yang masih kecil. "Saya tidur ketika mereka terjaga, dan saya kerja ketika mereka tertidur. This job is really killing me," imbuhnya.

Dia juga bercerita bagaimana harus membawa makanan dari rumah, untuk bisa menghemat pengeluaran. "Saya harus pindah kerja. Saya tak mendapatkan apa-apa, meski saya bekerja keras seperti ini," katanya, kali ini sambil menerawang jauh.

Saya tak berkomentar banyak. Tiba-tiba saya merasa seberuntung Ben-Brahim.

Tuesday, January 20, 2004

Come on, Ayah. Please, wake up...

Kebiasaan Kirana untuk bangun pagi-pagi sekali kini muncul lagi. Semenjak sekitar seminggu lalu, jam masuk nursery-nya berubah ke pukul 8.50 sampai 11.15. Itu sebabnya mummy-nya menerapkan peraturan, jam 19.00 Kirana harus sudah makan malam, gosok gigi, dan pergi ke kamarnya. Karena ia tidur awal, ia juga sering bangun lebih pagi.

Seperti tadi pagi. Jam baru menunjuk pukul 06.00. London masih gulita. Di musim dingin seperti ini, hujan lebih sering turun, membuat badan semakin malas untuk sekedar beranjak. "Come on Ayah. Please wake up. It's already morning," kata Kirana sambil menarik selimut tebal.

Mau tidak mau saya dan Rani harus bangun. Prosesi selanjutnya bisa dibayangkan. Mummy-nya "berjuang" membujuk Kirana memakai pakaian yang tebal. Setelah itu, Rani ke dapur menyiapkan roti bakar dan secangkir susu hangat.

Bila kebetulan masuk siang atau malam, saya akan mengantar Kirana ke sekolahnya. Tak seperti di playgroup, sekarang kami harus naik bus. Tak lama cuma sekitar 4 sampai 5 menit. Yang terkadang lama adalah menunggu di bus stop. Tiba di nursery, menunggu sebentar dan Kiranapun masuk ke kelasnya. "Ok, Kirana, see you later." Dan Kirana menghilang di antara kerumunan anak-anak lain yang langsung sibuk mengitari sand castle...

Wednesday, January 14, 2004

Halo, ini Tony Blair ...

Bila pada Selasa pagi kemarin ada sesuatu yang terlewatkan dalam ritme kehidupan saya, mungkin saja adalah Tony Blair (perdana menteri Inggris) membawakan acara menjawab telepon pendengar (phone in programme) di stasiun radio di London, LBC. Saya baru tahu, Blair menjadi pembawa cara radio ketika sopir taksi hari ini memberitahukan hal tersebut.

"Sayang ya, kita tak mendengarnya," ujar Harry, sopir taksi langganan yang bisa mengantar-jemput ke kantor. Tapi kekecewaan saya sedikit terobati ketika saya melihat laporannya di BBC World dan membacanya di situs berita BBC. "Hi, I'am Tony Blair and you are listening to The Big Conversation on LBC 97.3 - the happening station." Begitu kira-kira kalimat pembuka Blair.

Dalam acara ini, Blair menjawab pertanyaan pendengar mulai dari masalah biaya kuliah (yang tengah ramai di Inggris), tunjangan pensiun, hak-hak untuk bapak, pencari suaka, dan juga masalah-masalah dunia.

Yang membuat saya tersenyum adalah ketika Blair membaca namanya sendiri. Agar anda tahu apa yang terjadi, saya gambarkan sedikit situasinya. Pembawa acara radio biasanya menghadapi layar komputer yang memajang skrip yang harus ia baca.

Blair juga harus membaca skrip ini. "Oke, sekarang kita dengar pertanyaan Steve di Sidcup," kata Blair. Sebelum membaca skrip ini, di layar komputer tertulis : Steve, di Sidcup. Setelah beberapa lama Blair mengatakan, "Oke, sekarang kita dengar pendapat Tony. E, er, er, oh, ini nama saya ternyata." Oops.

Ia juga salah memencet tombol, yang membuat pembicaraan telepon seorang pendengar terputus. Tapi terlepas dari blunder kecil seperti ini, banyak pihak yang memuji langkah Blair. Ia adalah PM aktif pertama yang membawakan acara tanya jawab telepon di radio.

Para analis mengatakan, selain mendekatkan dengan para pemilih, Blair berkesempatan untuk mendengarkan berbagai pendapat rakyat mengenai kebijakan yang tengah ia terapkan, atau kebijakan yang akan ia terapkan nanti (manifesto).

Tiba-tiba saya membayangkan, ah seandainya ada petinggi pemerintah membawakan acara tanya-jawab di radio di Jakarta...
(foto : www.bbc.co.uk)

Tuesday, January 13, 2004

Hmm aroma Indonesia

Hawa kembali dingin. Padahal, beberapa hari ini mulai hangat, di sekitar 9 sampai 11 derajat. Saya meninggalkan rumah pukul 22.01, setelah seharian main dengan Kirana, menghangatkan makanan, membuat mie rebus, dan membenahi halaman di internet, dan tidur sejenak tentu saja.

Kantor, seperti biasa, sepi. Tak banyak yang shift di jam-jam seperti ini. Di lantai 5, di blok tengah ini, saya menemui satu dua orang, yang kebetulan juga sedang tugas malam.

Di dekat jendela yang menghadap ke Strand, tampak beberapa mobil melaju di kegelapan malam. Angin bertiup kencang, menggoyang pohon-pohon yang meranggas di musim dingin.

Saya baru 2 jam memulai kerja, tapi kali ini saya tak "kesepian". Ada aroma Indonesia di samping saya. Tepat di samping kiri saya, tergelatak bungkus plastik sumpia udang yang telah tandas. Di sebelahnya ada kacang Bandung buatan Bogasari snack. Yang ini habis separo. Di sebelahnya lagi, ada cangkir saya dengan teh celup Sariwangi. Hmm.

Thursday, January 08, 2004

Kembangan, 8 Januari 00, 20.00 WIB






I take you
treasure of my heart, and dearest companion
to be my wife, lover, and friend
to journey through life with you
beyond the road's end
I will love, comfort, and honour you
through good times, and bad
all of my days
***

(happy birthday, sweet
happy our wedding anniversary)

Wednesday, January 07, 2004

Email-email itu

Pekerjaan kantor kadang membuat saya harus meninggalkan istri saya, Rani, dan si kecil Kirana. Saya bisa meninggalkan rumah dari hanya sekedar 3 hari, seminggu, bahkan hampir sebulan. Berpisah dari Rani dan Kirana adalah pengalaman yang menyiksa. Tapi, Rani selalu berbaik hati dengan selalu mengirim email-email yang menghibur hati. Ini salah satunya. Email ini dikirim 19 April 2002, ketika saya mendapat tugas keliling Indonesia selama 3 pekan.

hai lagi, tau nggak kirana dah bisa nyanyi satu lagi. tadinya kan cuma woo woo woo... sekarang asal mummy nyanyi yang the wheel on a bus go round and round.. dia langsung ooo deee ooongng....hehehe maksudnya all day long.
lucu banget deh, abis itu langsung ketawa geli hihihihhihihi...ala kirana.

trus tentang ol sama titin, iya dia kadang pakai mic, kemarin mummy kan gak siap, lagian gak tau ayah simpan dimana, sekarang mah dah tau ada di laci. tapi lagi gak ol sekarang.

hari ini makan banyak dan kita gak kemana-mana. males, keasyikan nyanyi di rumah. karena tumben kirana seneng di nyanyiin ya udah today kita nyanyi oooo deee oongngng!!! hehehe. besok jadwal kirana MMR jam 10.10, moga gak rewel dan gak panas abis di suntik ya...repot juga kan kalo dia nangis ...ooo iiiiitt oongng (hehe) kaya dulu pas pertama di imunisasi (ingat kan dulu gimana nangisnya ) dapat surat dari tv licence, biasa thanks dah bayar.yang lain gak ada.
dah dulu kali ya, see ya.

Tuesday, January 06, 2004

Kebayoran Lama, November 1999

Maukah kamu menemaniku di Inggris
Canberra, September 1999

Pintu kamarku di City Walk Hotel, Canberra, diketuk. Staf hotel meminta ijin untuk memasukkan handuk baru. Dengan sedikit malas, aku beranjak, membuka gerendel pintu, dan mengambil handuk tebal warna putih. Tak lupa kuucapkan terima kasih. Aku menengok arloji. Uh, jam 08.47 pagi.

Sepertinya aku begitu pulas tidur. Mungkin aku kecapekan, setelah seharian kemarin berada di gedung parlemen. Ketel putih di meja aku nyalakan. Tak lama kemudian, uap dari mulut ketel mengepul, disertai bunyi air yang mulai mendidih. Aku menuangkan air panas ke mangkuk kecil yang telah berisi teh celup. The hangat aku minum perlahan. Ujung cangkir menempel bibir atas dan bawah, mengalirkan air coklat manis ke tenggorokan.

Di antara korden, sinar matahari memasuki kamar membentuk garis putih panjang pada lantai dan dinding yang berwarna krem. Aku sibakkan korden tebal bermotif kembang-kembang. Kamar menjadi terang. Aku putar pula radio saku yang tergeletak di sisi tempat tidur. Terdengar Ronan Keating melantunkan syair-syair lagu :

The smile on your face, lets me know that you need me. There's a truth in your eyes saying you'll never leave me. The touch of your hand says you'll catch me, whenever I fall. You say it best, when you say nothing at all.

Aku sudah hampir 14 hari di sini. Rasanya hari berlalu dengan sangat lambat. Untuk membunuh waktu, aku biasanya duduk di taman di belakang hotel. Di bangku kayu aku menantap lalu lalang, orang-orang yang menikmati musim semi. Di tengah taman ini biasanya ada pertunjukan teater dadakan, musik jalanan, atau happening art.

Bosan di taman, aku menyusuri jalan di sekitar kawasan City Walk. Di sini ada toko buku, warung internet, kafe, supermarket, oriental take away (masakannya enak sekali, khas Asia, dan murah), dan gedung bioskop. Big Daddy adalah salah satu film yang tengah diputar. Terbersit ingin menonoton film ini. Niat ini saya urungkan. Saya membayangkan, pasti tak enak rasanya menonton tanpa "teman".

Ketika hari mulai gelap, inilah ketika "masa-masa sangat sulit" itu mulai datang. Di kamar hotel ini, mata sulit terpejam. Hati saya selalui teringat seorang "teman". Saya merenung dan bertanya : mengapa saya selalu ingat kepadanya? Mengapa ia datang tanpa saya bisa menolak? Mengapa saya begitu merindukannya?

Di hari ke-15, saya menilpon kantor di Surabaya. Saya katakan penugasan saya telah selesai dan saya akan pulang. Surabaya memberi ijin. Saya langsung ke kantor Qantas dan mengurus tiket pulang. Urusan tiket selesai lebih cepat. Saya mengemasi barang, dan "menikmati" kamar hotel untuk terakhir kalinya. Aku pasti akan mengingatnya. Di sinilah aku memutuskan : suatu saat nanti akan aku raih hatinya. Kamar hotel ini pulalah yang membuat aku merasa dekat, meski kami berbeda jarak ribuan kilometer.

Aku tenteng ransel hitam dan turun ke lobi. Aku minta staf hotel memanggil taksi ke bandara. Kurang dari 10 menit kemudian taksi datang, dan membawaku ke bandara. Dalam hati aku berkata, "Rani, aku kembali ke Jakarta."




Munchen, awal Desember 1998

Aku baru saja tiba di kota ini. Jam menunjukkan pukul 12.05 siang. Aku sedang mengantar teman mencari telepon umum. Sambil tersaruk-saruk di antara serakan salju tebal, akhirnya kami mendapati telpon umum, sekitar 50 meter dari hotel tempat menginap.

Ia menilpon istrinya di Jakarta. Saya sedikit menjauh. Tak enak rasanya mendengar pembicaraan mesra mereka. Salju masih turun. Butir-butir putih melayang jatuh ke tanah, menumpuk satu sama lain. Matahari tak terlihat.

"Oke, sudah ya. Nanti malam saya akan telpon lagi," kata teman saya menutup pembicaraan. Dari telpon umum ini, saya merasa "kering dan kosong". Saya tak punya "teman" yang bisa saya ajak untuk sekedar berbagi rasa. Saya tak punya "teman" untuk sekedar berkata, "Hai, saya di Munchen. Dingin di sini, bagaimana kabarmu?"

Saya memang punya satu "teman". Tapi rasanya dia "jauh" sekali. Tapi ia kadang begitu "dekat". Tanpa saya sadari, sejak pertama kali bertemu, ia hadir tanpa saya undang dalam perasaan saya. Dan di Munchen ini, saya tak berani, meski hanya sekedar untuk menelponnya.

Saya bergegas masuk kamar hotel. Membuka mantel tebal, cuci muka, dan rebah di tempat tidur empuk yang ukurannya tak begitu besar. Hari belum begitu sore, tapi rasanya sudah agak gelap. Di layar televisi, tampak Robbie Williams melantunkan lagu anyarnya, Millenium.

Saya beranjak dan mendekati jendela kaca. Di kamar yang dilengkapi alat penghangat ini, kaca berembun. Permukaannya seakan terlapisi ribuan bintik-bintik air.

Sambil menerawang ke arah jalan yang kini seluruhnya tertutupi salju, jariku bergerak dan menulis di kaca. "Rani, I miss u so much".
Gina Ballerina

Namanya Gina Ballerina. Tubuhnya ramping, sangat ramping bahkan. Rambutnya berwarna kuning, dengan pakaian warna pink. Dan bila punggungnya dipencet, akan terdengar alunan polyphonic yang biasa mengiringi ballet.

Ya, Gina adalah nama boneka terbaru Kirana. Dibeli Sabtu lalu ketika Kirana dan mummy-nya pergi ke Woolwich. Mummy-nya bilang, ketika mampir di Marks & Spencer tiba-tiba Kirana melihat boneka itu dan minta dibelikan. Kirana sebenarnya punya banyak boneka dan kali ini mummy-nya berpikir belum saatnya untuk membeli yang baru.

"Tapi Kirana nggak mau jalan sebelum mendapat jaminan bahwa boneka itu akan dibeli," kata mummy-nya. Agaknya Kirana punya jurus baru untuk "memaksa" mummy-nya membeli boneka itu.

Bujukan, rayuan, apalagi penjelasan, tak bisa melunakkan keinginan Kirana. Mummy-nya terpaksa merogok kocek dan membeli boneka yang bernama Gina itu. Kirana senang bukan main. Ia ajak Gina bermain. Ia kasih handuk, selimut, dan diajaknya menari. Pagi tadi, sehabis bangun tidur, sambil memegang Gina, ia bertanya di mana ibu Gina. Saya jawab, "Ibu Gina ada di Cina." Saya jawab Cina, karena di label boneka itu tercantum made in China.

Tadi, sebelum berangkat ke kantor, Kirana berdiri di depan cermin di dekat pintu. Satu tangannya ia angkat ke atas, dan satu kakinya ia tekukkan. Ia berputar-putar. "Ayah, look. Like Gina. I am dancing....," kata Kirana.

Saya tak bisa berlama-lama menikmati "tarian" Kirana. Taksi dari kantor sudah menunggu di depan rumah. "That's enough, Kirana. Bye, see you tomorrow."

Pembicaraan bisu

Aku, Rani, dan Kirana dalam perjalanan pulang dari Kent, ketika handphone (HP) yang ada di saku bergetar. Aku ambil dan di layar tertera, ada pesan yang baru saja masuk. Aku pencet dan muncul pesan : hello om apa kabar dr agus. Dari kata-kata yang dipilih aku tahu ini sms dari kakak ipar yang ada di sebuah desa bernama Kembangan di Purbalingga, Jawa Tengah.

Berawal dari pesan singkat ini, kami seakan "berbicara" satu sama lain dan mengalirkan "pembicaraan bisu" melalui layar HP. Aku menjawab : kami baik-baik saja, dan salam untuk semuanya di sini. Aku juga sempat memberitahu kalau ada waktu tengok blog ini di internet. Mas Agus kemudian menjawab : salam juga unt semua semoga sll bahagia trim.

Beberapa hari lalu, Rani mendapat kiriman sms Elin, adiknya yang tengah ada di Bandung. Lain waktu mendapat pesan pendek dari Evi, teman yang ada di Jambi, Hendrat yang juga ada di Kembangan, atau keluarga di sebuah desa nun jauh di sana, bernama Welahan, Jepara, Jawa Tengah.

SMS menjadi alat komunikasi baru. Ketika email dan internet masih menjadi barang mewah di sebuah desa yang tidak ada saluran telepon, SMS memang menjadi alternatif yang memikat. Mudah, terjangkau (murah), dan seketika.

Ups, ada pesan masuk : "Happy New Year 2004" smg di thn ini ksuksesan slalu menyertai kita smua. Amin. Bapak sekluarga mengucapkn trima ksh atas bantuanya slama ini. Yang ini dari keluarga di Welahan. Selamat tahun baru juga, Pak...