Thursday, March 11, 2004

Sport jantung

Selasa lalu, jantung saya dipaksa berdegup lebih keras, ketika pertandingan Manchester United melawan FC Porto segera usai dalam hitungan detik. Papan skor menunjukkan United, tim andalan saya menang 1-0, dan itu sudah cukup untuk melaju ke perempat final Liga Champion tahun ini.

Dari kamar sebuah hotel di Birmingham, saya menyaksikan di layar televisi beberapa penonton di Old Trafford menutup mata dengan telapak tangan. Porto mendapat tendangan bebas hanya beberapa meter di luar kotak penalti. Bola melengkung ke arah kiri gawang United yang dijaga Howard. Ia menepis, bola jatuh di kaki pemain Porto, dan sejurus kemudian …. Gol!

Saya hampir tak percaya. United gagal ke perempat final untuk kali pertama dalam beberapa tahun terakhir. Sekitar 2 menit setelah pertandingan, Rani, istri saya menilpon. "Sudah, ganti aja. Jangan dukung Man United," kata Rani.

Ia tahu benar, saya "patah hati". "Tapi jangan dukung Arsenal," katanya menambahkan. Rani adalah pendukung berat Arsenal. Berbeda dengan United, Arsenal kini di atas angin baik untuk liga domestik maupun liga Eropa.

Esoknya, ketika sarapan, koran-koran Inggris seperti The Times dan The Guardian membahas panjang lebar soal kegagalan United. Sambil sarapan kentang goreng, telur ceplok, bean sauce, oseng jamur, dan kopi pahit, saya membaca satu persatu artikel di koran.

Ketika sampai di national indoor arena, saya bertemu dengan wartawan Malaysia dan beberapa pebulutangkis Indonesia. Topik pembicaraan ternyata sama : kekalahan United.

***

Rabu dan Kamis ini saya kembali dipaksa untuk bertegang-ria. Saya seharusnya melepaskan emosi ketika meliput pertandingan yang diikuti pemain-pemian Indonesia di All England ini.

Tapi apa daya, -- apalagi ketika pertandingan memasuki masa-masa kritis dan menentukan, -- adrenalin langsung naik.

Sambil mencatat skor, kaki dan tangan rasanya ingin ikut bergerak ketika shuttlekock meluncur ke pemain Indonesia…

No comments: