Wednesday, December 24, 2003

Rice Boiled in the Bag

Lebaran tahun ini, untuk kesekian kalinya kami tidak berada di tengah keluarga besar. Kami hanya bisa berkirim kabar lewat suara, sms, dan weblog. Meski kami tak mendengar petasan, menciup bau ketupat atau opor ayam kental, kami berupaya menikmati lebaran ala Inggris, seperti ditulis istri saya berikut.

Bukan Lebaran kalau tidak ada ketupat, begitu lah orang Indonesia memandang tradisi makan ketupat di Hari Raya Idul Fitri. Begitu kuatnya tradisi itu, ibu-ibu yang tinggal di London juga tidak ketinggalan menyiapkan ketupat di hari Lebaran atau yang disebut di Inggris sebagai Eid Mubarak.

Ada cerita menarik bagaimana ibu-ibu menemukan kiat cara mudah membuat ketupat ala London. Tentu saja tidak mungkin bisa menemukan janur di negara yang tidak ada pohon kelapa seperti Inggris. Tetapi seperti biasanya, ibu-ibu itu jeli dalam menemukan barang pengganti yang intinya adalah tidak ada janur plastik pun jadi.

Di setiap supermarket di Inggris dijual rice boil in the bag, yang artinya beras untuk direbus dalam kantung plastik. Dikemas dalam kotak berisi 4-5 plastik dengan harga sekitar 1 pounsterling (Rp 13 ribu), rice boil in the bag begitu populer dikalangan ibu-ibu di London khususnya menjelang Lebaran.

Supermarket sendiri, tidak bermaksud menjualnya untuk dibuat ketupat, tetapi sebagai cara mudah untuk memasak nasi. Beras yang sudah dibungkus plastik berlubang tinggal di rebus di air beberaba menit. Jadilah nasi ala Inggris, asal mateng tetapi masih pera (keras) untuk ukuran Indonesia.

Entah siapa yang pertama kali mencobanya, tetapi jika rice boil in the bag itu di rebus dengan air yang banyak dan waktu yang cukup lama (sekitar sejam), maka hasilnya serupa dengan ketupat, baik rasa maupun penampilannya. Apalagi jika jenis beras yang dipilih adalah Basmati, beras kualitas terbaik asal India. Dijamin, tidak kalah dengan ketupas asli Indonesia. Lauknya? Lengkap. Ada rendang, sambal goreng hati, opor ayam sate dll, karena bumbu-bumbu masakan Indonesia mudah di dapatkan di London.

Onyy Rohana misalnya dalam lebaran tahun ini mengundang beberapa tetangga asal Indonesia untuk bermalam takbiran di rumanya di kawasan Wimbledon. Hidangannya selayaknya Lebaran di Indonesia, rice boiled in the bag lengkap dengan sayur cap gomeh-nya dan juga opor.‘’Pokoknya suasana Lebaran Indonesia tetapi di pindah ke London,’’kata Ibu satu anak yang sudah puluhan tahun tinggal di London.

Muslim di London juga mendapatkan kemudahan lain yaitu tidak akan ketinggalan Sholat Idul Fitri.. Mengapa? Karena masjid-masjid di London tidak hanya menyelenggarakan sekali Sholat melainkan sampai beberapa kali. Tujuannya untuk mengakomodasi jumlah jemaah yang tidak seimbang dengan sedikitnya kapasitas Masjid.

Central Mosque, masjid terbesar di London ini menyelenggarakan Sholat Idul Fitri dari pagi sampai menjelang Dzuhur. Sehingga jika tidak bisa ikut Sholat yang paling pagi, masih bisa Sholat di sesi berikutnya. Begitu pula dengan masjid-masjid lokal di seputar London.

Uniknya, masjid di lokaliti-lokaliti London biasanya jamaahnya terdiri dari mayoritas asal negeri mereka, yang memang biasanya bertempat tinggal di satu wilayah tertentu. Jadi kalau masjid di kawasan East London misalnya,daerah tempat tinggal muslim asal India dan Pakistan, maka khotbah akan memakai bahasa India.

Karena itu lah sebagian besar warga Indonesia memilih sholat di KBRI, karena suasananya lebih meng-Indonesia: berkumpul dengan saudara setanah air dan khotbahnya pun berbahasa Indonesia. Tidak hanya itu, usai Sholat bisa beramai-ramai ke acara Silaturahmi warga Indonesia di kediaman resmi Duta Besar di kawasan London Utara. Acara ini paling ditunggu oleh para pelajar Indonesia di Inggris yang jumlahnya mencapai 500- an. Maklum, namanya juga anak kos apalagi di negeri orang jarang ketemu makanan Indonesia.

Muslim di Inggris sebagian besar adalah pendatang, India, Pakistan, Malaysia, Afrika dan juga Timur Tengah. Sementara orang Inggris biasanya masuk Islam ketika menikah dengan muslim. Karena itu juga orang Islam bule ini, biasanya bergabung dengan komunitas asal pasangan mereka termasuk dalam merayakan Lebaran. Jika menikah dengan orang Indonesia maka ia pun akan bergabung dengan komunitas orang Indonesia.

Ada kesamaan diantara muslim dari berbagai negara ini, yaitu sama-sama suka makan-makan. Karena itu bisa dipastikan selama Ramadhan dan Lebaran ini makanan pun berlimpah, baik di rumah atau pun di masjid. Apalagi porsi makan India,Pakistan dan juga orang dari kawasan Arab sangat luar biasa jika dibanding dengan porsi makan orang Indonesia.

Sebaliknya, Inggris adalah negara yang tidak terbiasa dengan acara kumpul-kumpul makan bersama dan juga berbagi makanan. Sehingga orang bule yang kebetulan bertetangga dengan muslim, baik asal Indonesia atau negara lain, awalnya terkaget-kaget karena seringnya di undang makan-makan atau pun dikirimi makanan.

Begitu juga pengalaman Luluk Prayitno, ‘’Ada tetangga yang sejak saya memakai baju muslim langsung menyingkir jika bertemu. Tetapi sejak dikirim makanan, sekarang berubah luar biasa ramah,’’kata Ibu yang gemar memasak ini.

Pengalaman ini sudah menjadi rahasia umum di London, tetangga bule yang pada awalnya biasanya bersikap hati-hati terhadap orang asing, apalagi jika tahu muslim. Mungkin karena pengaruh pemberitaan tentang terorisme,bom bunuh diri dll, tetapi sekali di kirim makanan langsung berubah sikapnya

Jadi bagi warga muslim di Inggris, makanan asli negara asal tidak hanya obat kangen dengan tanah air tetapi juga ampuh untuk menjalin silaturahmi dengan tetangga. Selamat Idul Fitri dari London. (Nurani Susilo)






No comments: