Monday, April 21, 2003

Kapal Terbang

Sewaktu kecil saya tinggal di Welahan, sebuah desa di Jepara, Jawa Tengah. Desa ini terbilang cukup kecil, namun hampir setiap rumah mempunyai halaman yang cukup luas. Di halaman rumah itulah, bersama teman-teman yang lain saya sering melihat kapal terbang. Kadang, dari ekor kapal terbang, terlihat asap tipis yang memanjang. Teman-teman menyebutnya jet. Pesawat terbang ini terlihat sangat kecil, mungkin besarnya sama dengan sebatang korek api.

Sambil memandang pesawat yang semakin lama semakin kecil, dan akhirnya menghilang, saya bertanya-tanya seperti apa rasanya naik kapal terbang. Bagimana rasanya berada di ketinggian ribuan meter di atas bumi. Bagaimana rasanya menembus awan.

Berbagai pertanyaan itu terjawab sekitar 20 tahun kemudian. Saya bekerja di sebuah perusahaan di Jakarta yang bergerak di bidang media, dan ditugaskan ke Palu, Sulawesi Tengah. Sehari sebelum keberangkatan, office assistant memberi tiket. Saya senang tapi juga nervous. Ini adalah penerbangan saya pertama dan saya tidak tahu prosedur naik pesawat terbang. Saya tahu naik pesawat tidak seperti baik bus antarkota, di mana penumpang bisa menghentikan bus di tengah jalan, naik ke bus, duduk, dan bayar ke kondektur. Begitu sampai tujuan, anda bilang ke kondektur, dan bus berhenti.

Untung teman kos pernah naik pesawat dari Surabaya ke Jakarta. Malam itu, sambil makan nasi goreng abang-abang keliling, dia menjelaskan prosedur naik pesawat dari mulai check ini, menyerahkan bagasi, dapat boarding pass, bayar tax, sampai kemudian reclaim bagasi. Berbekal juklak (petunjuk pelaksanaan) dan juknis (petunjuk teknis) teman kos tadi, saya menjadi percaya diri. Ya, kalaupun lupa, saya bisa melihat calon penumpang lain, dan melakukan hal yang sama. Niat saya cuma satu, jangan sampai tingkah saya nanti memalukan.

Paginya, dari tempat kos, saya naik taksi ke bandar udara Sukarno-Hatta. Sopir taksi tanya di terminal mana saya turun. Terus terang saya tidak punya jawaban atas pertanyaan itu. Saya katakan saja saya naik Garuda dengan tujuan Palu.

Begitu sampai, saya langsung ke counter/desk Garuda, melewati Pak Satpam berkumis yang bermuka dingin. Saya check, ini dapat boarding pass, bayar tax, dan langsung ke ruang tunggu. Tidak lama kemudian, para penumpang diminta masuk ke badan pesawat. Saya duduk di dekat jendela. Sekitar 15 menit setelah saya duduk, pesawat perlahan bergerak, makin lama makin kencang, sampai desakan udara bisa terasa di dada. Hanya dalam hitungan detik, roda meninggalkan landasan, dan pesawat pun terbang menembus awan. Dari dekat jendela ini, objek di darat semakin lama semakin kecil, sampai yang terlihat hanyalah hamparan Laut Jawa yang berwarna biru kehijau-hijauan. Sementara di kanan saya terlihat awan putih bergumpal lembut seperti kapas.

Cuaca bagus dan secara umum perjalanan berlangsung mulus. Tak terasa pesawat sampai di Ujung Pandang. Saya harus menunggu beberapa saat di kota ini, sebelum boarding lagi menuju Palu.

Sejak itu saya sering naik pesawat terbang. Dari rute pendek seperti Surabaya-Denpasar, sampai rute panjang seperti Jakarta-Singapura-Hong Kong-London. Pengalamannya tentu berbeda. Yang pasti, saya selalu merasa pesawat yang tumpangi, dari permukaan sana, ia pasti hanya sebesar korek api.

(foto dari situs garuda indonesia)

No comments: